Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tetap konsisten berperan sebagai motor penggerak dalam menjaga kedaulatan laut Indonesia bersama aparat penegak hukum lainnya yang tergabung dalam Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal atau Satgas 115.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pun menegaskan, penegakan kedaulatan laut Indonesia yang dilakukan dua tahun terakhir memang sudah sesuai dan merupakan amanat Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Menurutnya, peraturan perundang-undangan di Indonesia semuanya sangat bagus. Hanya saja, ada beberapa undang-undang, terutama dalam sektor kelautan dan perikanan dinilai masih ada keberpihakkan terhadap asing.
"Undang-undang di Indonesia semuanya bagus. Tapi sangat disayangkan ada beberapa yang malah mendukung asing. Jadi dulu sebelum saya menjadi menteri, sepertinya memang sudah disetting asing bisa masuk ke perairan Indonesia", kenang Susi saat dirinya pertama menjabat sebagai menteri, dalam kegiatan diskusi bertajuk Studium Generale Menjadi Nasionalis (Menyelami Nasionalisme dari Kedaulatan Laut) di Ruang Sekip University Club, Kampus Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Sabtu (8/10/2016).
Ia pun bersama beberapa ahli hukum, menelaah beberapa Undang-undang lainnya. Susi sangat mengapresiasi Undang-undang Perikanan, yang mengatakan bahwa kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia tanpa izin, akan ditenggelamkan. Hal itu sebagai salah satu wujud penegakan kedaulatan di laut dengan memberikan efek gentar bagi kapal-kapal asing ilegal yang berani masuk tanpa izin ke perairan Indonesia. "20 tahun lebih kapal asing beroperasi mengambil ikan kita. Jadi saya ambil ownership, ini menjadi konsesus nasional, semua kapal yang ditangkap, hanya satu konsekuensinya yakni ditenggelamkan", ujar Susi.
Susi menilai, banyaknya ikan di perairan Indonesia merupakan kesempatan emas bagi nelayan Indonesia untuk membidik zonasi penangkapan yang tepat. "Hasil penelitian, dari pemberantasan illegal fishing yang telah dilakulan, biomassa ikan meningkat. Ini kesempatan bagi nelayan melaut, menentukan WPP masing-masing. KKP akan permudah semuanya", terang Susi.
Namudn demikian, setelah laut Indonesia bebas dari kapal-kapal asing, tetap saja ada pihak-pihak yang ingin kapal asing masuk kembali ke perairan. "Itu kedaulatan mereka dimana? Harga kedaulatan terlalu murah untuk dibeli", pungkasnya.
Kinerja KKP dalam memberantas penangkapan ikan secara ilegal selama dua tahun mendapat dukungan penuh dari Presiden, dimana secara resmi menjadikan perikanan tangkap masuk ke daftar negatif bagi investasi asing. Hubungan Indonesia dengan beberapa negara pun tetap terjaga dengan baik, yakni memanfaatkan moment melimpahnya hasil tangkapan dengan mengijinkan investasi asing masuk ke industri pengolahan.
Ke depan, Susi menjelaskan akan memperkuat pengawasan terkait penyelundupan yang dilakukan melalui laut. Dari beberapa kasus yang terjadi, penyelundupan ternyata salah satu indikator yang dapat melemahkan pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan. "Dulu GAM (gerakan Aceh Merdeka-red) mendapat senjata dari kapal ikan Filipina. Sekarang kita concern ke pengawasan penyelundupan. Inilah mengapa illegal fishing bukan hanya soal ikan. Untuk pengawasan penyelundupan, nanti kami mungkin memasukkan unsur Bea Cukai dan Satgas di dalamnya", paparnya.
Sejalan dengan upaya tersebut, KKP bersama Satgas 115 terus mendorong tindak pidana perikanan dan pidana terkait perikanan lainnya sebagai kejahatan transnasional terorganisir (Transnational Organized Crime/TOC). Upaya yang dilakukan salah satunya dengan meningkatkan kesadaran global melalui penyelenggaraan kegiatan the 2nd International Symposium on Fisheries Crime (FishCRIME) pd tgl 9-11 Oktober 2016 di Hotel Hyatt Regency, Yogyakarta. Kegiatan ini digelar Pemerintah Indonesia dalam hal ini KKP bersama pemerintah Norwegia dan Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) dengan menghadirkan perwakilan negara tingkat tinggi serta para ahli internasional terkemuka.