Warga dan tokoh masyarakat Desa Tegaldowo, Rembang, Jawa Tengah menyatakan mendukung penuh keberadaan pabrik Semen Indonesia yang dibangun di Rembang. Hal itu disampaikan mereka saat ditemui dalam Pelatihan Budidaya Pepaya Calina, pada Jumat (7/10/2016) yang merupakan salah satu kegiatan tanggung jawab sosial PT. Semen Indonesia.
"Kami mendukung pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia di wilayah Desa Tegaldowo, karena jelas bermanfaat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sini," kata Dwi Joko Suprianto salah sati tokoh daerah setempat.
Menurutnya, warga Rembang yang menolak beroperasinya pabrik Semen Indonesia hanya sebagian kecil. Dari lima desa yang berada di Ring 1 lokasi pabrik semen, hanya sebagian warga dari dua desa yang menentang.
“Lima desa yang berada di Ring 1 itu Timbrangan, Tegaldowo, Kadiwono, Pasucen dan Kajar. Dan hanya warga dari Tegaldowo dan Timbrangan saja yang menolak. Itu pun sedikit jumlahnya. Tapi ada pihak luar yang mengoordinir sehingga terkesan banyak,” kata Joko.
Karena itu, Joko ingin agar pemerintah pusat tidak ragu untuk melanjutkan pembangunan pabrik semen di lokasi tersebut, dan bisa melihat langsung bagaimana suasana Desa Tegaldowo sesungguhnya yang aman dan tentram.
“Kami ingin menyampaikan suara kebenaran yang selama ini simpang siur dan tertutup oleh kepentingan pihak luar, bahwa khususnya Ring 1, mayoritas mendukung beroperasinya pabrik Semen Indonesia di Rembang” kata Joko.
Sebagaimana diketahui, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang mengatasnamakan masyarakat Rembang menolak pembangunan dan beroperasinya pabrik Semen Indonesia di Kecamatan Gunem, Rembang.
Padahal, PT Semen Indonesia selaku BUMN membangun pabrik semen di Rembang sejak peletakan batu pertama, pada Juni 2014, telah menghabiskan anggaran mencapai Rp4,5 triliun rupiah.
Aktivis JMPKK, Joko Prianto, beralasan masyarakat Rembang menolak pembangunan pabrik Semen Indonesia karena dikhawatirkan akan merusak lingkungan dan hilangnya kawasan cekungan air tanah (CAT).JMPPK sendiri merupakan organisasi bentukan Gunretno, tokoh masyarakat Pati, yang mengatasnamakan masyarakat Rembang.
Padahal faktanya menurut Dwi Joko, kegiatan tambang di wilayahnya bukan hal yang baru, karena sejak Tahun 1995 sudah ada sembilan perusahaan tambang swasta yang melakukan penambangan.
"Jika alasannya JMPPK menolak berdirinya pabrik semen, harusnya mereka berdemo sejak adanya kegiatan tambang oleh perusahaan swasta karena itu jelas merusak dan tak ada dampak signifikan bagi peningkatan ekonomi masyarakat disini," kata Joko.