Suara.com - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menyebut perkembangan perekonomian di Indonesia masih sangat bergantung kepada kondisi perkonomian global. Baik secara fiskal atau moneter.
Ia mengatakan jika kondisi ekonomi global mengalami gejolak, maka angka pertumbuhan ekononi di Indonesia akan terganggu.
"Kita lihat ya. Sekarang kondisi global, dan kita tahu bahwa global ini belum sesuai harapan. Semua negara, seperti Cina, Eropa, Amerika Serikat dan Jepang merevisi target pertumbuhan ekonominya," kata Mirza di Gedung Bank Indonesia,Jakarta Pusat, Kamis (6/10/2016).
Penurunan angka pertumbuhan dibeberapa negara tersebut dipengaruhi oleh Cina yang sebelumnya mampu tumbuh 10 persen hingga 12 persen, namun kini hanya mampu bertengger di kisaran 6,3 persen hingga 6,5 persen.
Perlambatan pertumbuhan yang terjadi di Cina ini memengaruhi harga komoditas khususnya di sektor tambang dan perkebunan. Sebanyak 30 persen ekonomi Indonesia bergantung pada harga komoditas. Tak heran jika pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak bisa terlalu memuaskan pada 2014 dan 2015.
"Beberapa wilayah di Tanah Air, seperti Sumatera dan Kalimantan adalah penghasil produk dari komoditas pertambangan dan perkebunan," katanya.
Selain itu, Mirza menjelaskan, sebagian besar investasi di Indonesia, dalam bentuk penanaman modal asing, menggunakan mata uang dolar AS. Demikian juga, dengan kredit utang luar negeri, maupun portofolio arus modal masuk sebagian besar menggunakan dolar AS.
"Sehingga, tidak cukup untuk membangun negeri ini hanya dari dana dalam negeri. Jadi memang Indonesia bergantung kepada global. Semua negara di dunia pada umumnya juga sama," ungkapnya.