PT Aneka Tambang Persero Tbk (ANTM) kembali mengincar tambang emas di Myanmar tahun depan. Sebelumnya, Perseroan pernah mengelola bisnis jasa pertambangan di Myanmar. Namun, kontrak pekerjaan tersebut telah selesai, dan perseroan berharap bisa kembali masuk ke negara tersebut.
Penjelasan tersebut tertuang dalam keterangan resmi Analys Recapital Securities, Kiswoyo Adi Joe, Selasa (4/10/2016).
Saat ini, aktivitas eksplorasi tambang emas baru Perseroan tergolong jauh menurun dibandingkan dua atau tiga tahun lalu. Hal ini lantaran lelang izin tambang baru yang belum juga dibuka pemerintah. Sekedar informasi, usia eksplorasi pertambangan Perseroan di Pongkor akan berakhir pada 2019.
"Rencana kembali mengincar tambang emas di Myanmar tahun depan akan memberikan dampak positif bagi ANTM. Hal ini akan menambah cadangan emas Perseroan serta diharapkan dapat mendukung peningkatan pendapatan konsolidasi Perseroan dikemudian hari," kata Kiswoyo.
Adapun di kawasan tersebut, Perseroan memiliki lahan konsesi hingga 5.000 hektare (ha). Dari total tersebut, Perseroan telah menggarap sekitar 500 ha, sedangkan sisanya masih sebagai lahan konservasi alam taman nasional yang statusnya telah diubah menjadi hutan lindung.
Selain ekspansi tambang baru, Perseroan juga terus melanjutkan pembangunan pabrik tahun depan. Salah satunya adalah ekspansi pabrik feronikel Halmahera Timur tahap II, yang merupakan kelanjutan dari Halmahera Timur Tahap I. "Adapun, kapasitas yang bakal dibangun pada pabrik ini berkisar 13.500 ton nikel dalam feronikel per tahun," ujar Kiswoyo.
PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) merilis laporan keuangan Semester I tahun 2016 dengan mencetak laba bersih sebesar 11,2 juta Dolar Amerika Serikat (AS). Kinerja ini lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dimana MEDC masih merugi hingga 30,9 juta Dolar AS. Penjualan MEDC naik 2,6 persen menjadi 281 juta Dolar AS dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 273,7 juta Dolar AS.
Kenaikan penjualan berasal dari penjualan minyak dan gas, serta adanya pendapatan sewa. Sementara pendapatan dari bisnis batubara masih turun cukup dalam. MEDC berhasil menekan biaya produksi dan
lifting, sehingga jumlah beban pokok hanya meningkat tipis dari 172,4 juta Dolar AS menjadi 173,4 juta Dolar AS. Lalu, beban lain-lain juga menyusut separuhnya menjadi 6,3 juta Dolar AS. MEDC juga melunasi
beberapa plafon utang di Semester II 2016. Total utang yang dilunasi sekitar 182,5 juta Dolar AS.
Mengutip laporan keuangan MEDC Semester I tahun 2016, perseroan tercatat sudah melunasi fasilitas kredit term loan dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 37,5 juta Dolar AS. MEDC juga melunasi fasilitas kredit perjanjian transaksi khusus II dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 95 juta Dolar AS. Utang lainnya yang dilunasi adalah Obligasi Berkelanjutan dollar I tahap I senilai 50 juta Dolar AS.
Perusahaan milik taipan Arifin Panigoro juga akan membayar kembali (refinancing) utang dari penerbitan obligasi baru. Belum lama ini, MEDC menerbitkan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) II dengan total target dana Rp5 triliun. Untuk tahap pertama, perseroan sudah menerbitkan Rp1,25 triliun yang dibagi menjadi dua seri, yakni seri bertenor tiga tahun dan seri bertenor lima tahun. Lalu, penerbitan ini dilajutkan ke tahap dua dengan nilai yang sama sebesar Rp1,25 triliun.
Surat utang tahap II terbagi menjadi Seri A dengan jumlah pokok sebesar Rp284,4 miliar dengan tingkat bunga tetap 10,8 persen per tahun dan berjangka waktu tiga tahun. Lalu, Seri B merupakan obligasi sebesar Rp 208 miliar dengan tingkat bunga tetap 11,3 persen dan bertenor lima tahun. Perseroan akan menggunakan dana obligasi itu untuk pembayaran utang dan belanja modal. Sebesar 60 persen dana dari obligasi akan digunakan untuk melunasi obligasi berkelanjutan I Medco tahun 2013 senilai Rp 1,5 triliun.
Obligasi itu akan jatuh tempo pada Maret 2018 mendatang dengan kupon 8,85 persen. Sementara itu, sisa 40 persen dana obligasi akan digunakan untuk belanja modal. MEDC juga meneken perjanjian swap atas mata uang asing dengan DBS Bank Ltd, Singapura. Hal ini untuk lindung nilai atas risiko fluktuasi harga komoditas. Hedging ini berjangka waktu tiga tahun dan efektif sejak Juli 2016.
Di masa masih rendahnya harga minyak dunia, MEDC berhasil menekan biaya produksinya sehingga membuat laba bersih MEDC meningkat. MEDC juga melunasi utang bank dengan menerbitkan obligasi dimana biasanya suku bunga obligasi lebih rendah daripada suku bunga pinjaman dari perbankan. "Ke depannya MEDC akan bisa lebih meningkatkan laba bersihnya dengan turunnya biaya beban bunga/biaya beban keuangannya," tutup Kiswoyo.