Penyederhanaan Izin akan Tekan Biaya Bangun Perumahan

Adhitya Himawan Suara.Com
Senin, 03 Oktober 2016 | 19:49 WIB
Penyederhanaan Izin akan Tekan Biaya Bangun Perumahan
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus di Jakarta, Kamis (25/8/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR) Maurin Sitorus mengatakan penyederhanaan perizinan oleh pemerintah akan menekan biaya membangun rumah bagi pengembang.

"Semakin lama waktu mengurus perizinan semakin mahal harga rumah," kata Maurin Sitorus di Jakarta, Senin (3/10/2016).

Maurin mengingatkan bahwa kebijakan pemerintah terkait sektor perumahan mencakup penyederhanaan perizinan dari 33 menjadi 11 tahapan dan dari 769-981 hari menjadi 44 hari.

Menurut dia, dengan langkah tersebut maka diharapkan juga akan membuat turunnya biaya perizinan sekitar 30 persen. "Dengan adanya penyederhanaan perizinan akan ada banyak pengembang yang membangun rumah bersubsidi untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)," katanya.

Dia juga menyatakan selain Instruksi Presiden terkait penyederhaan perizinan, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian juga mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonoi ke-13 tentang Perumahan bagi MBR.

Dengan adanya penyederhanaan perizinan yang berdampak kepada penurunan harga rumah, maka diharapkan tingkat kemampuan pembelian oleh masyarakat juga akan dapat meningkat ke depannya.

Maurin mengungkapkan tidak banyak warga masyarskat bisa membeli rumah dengan uang tunai tetapi umumnya membeli dengan menggunakan kredit pemilikan rumah (KPR).

"Persoalan yang selalu kita hadapi adalah kenaikan harga rumah melebihi kenaikan penghasilan," katanya dan mencontohkan, penghasilan biasanya meningkat sekitar 5 persen per tahun, sedangkan harga rumah bisa mencapai hingga sekitar 20 persen per tahun.

Dia juga menyoroti bahwa sebanyak 59 persen angkatan kerja yang merupakan tenaga kerja informal sehingga memiliki penghasilan tidak pasti sehingga bank melihat mereka sebagai pihak yang berisiko tinggi bila disalurkan KPR.

Padahal, lanjutnya, meski angkutan kerja itu merupakan informal tetapi mereka juga dinilai memiliki daya beli dan bahkan ada tenaga kerja informal yang penghasilannya jauh lebih besar dari tenaga kerja formal.

"Pemberian KPR ke pekerja informal masih sangat kecil. Dan ini yang menjadi perhatian utama Kementerian PUPR agar mereka bisa memiliki akses ke KPR, terutama KPR bersubsidi," katanya.

Ditjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR saat ini juga tengah merancang bantuan pembiayaan berdasarkan tabungan khusus untuk pekerja informal.

Program tersebut rencananya akan mulai dilaksanakan pada tahun 2017 di beberapa wilayah dahulu sebagai "pilot project" (proyek rintisan).

"Kami tengah merancang program bantuan pembiayaan berdasarkan tabungan dengan jangka waktu tertentu sekitar 6 bulan sampai 1 tahun yang kemudian akan diberikan bantuan oleh pemerintah sebesar 20 persen dari harga rumah dalam bentuk pinjaman uang muka dengan bunga rendah," paparnya.

Pada tahun 2017, Kementerian PUPR memiliki target penyerapan KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar 375.000 unit dan Bantuan Uang Muka (BUM) sebesar 550.000 unit dengan alokasi anggaran sebesar Rp40,7 triliun. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI