Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun tidak setuju apabila setiap orang yang ikut program pengampunan pajak (tax amensty) diidentikkan dengan pengemplang pajak.
"Orang kena Panama papers dan sebagainya, itu kan bukan karena dia ingin menyembunyikan pajaknya. Tidak! Tetapi dia ingin melakukan upaya legalisasi pajaknya, tapi dengan cara yang membayar pajak, menempatkan usahanya di luar negeri karena tarif pajaknya lebih murah," kata Misbkhun di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/10/2016).
Misbkhun menambahkan, sebab itu Presiden Joko Widodo ingin menerapkan kebijakan tarif pajak yang rendah. Katanya, supaya kompetisi bisnis di Indonesia berjalan secara sehat. Di samping juga supaya para pengusaha Indonesia tidak lagi menyimpan hartanya di luar negeri.
"Dan ini sesuai keinginan Pak Presiden bahwa kedepan setelah tax amnesty ini, tarif pajak akan dibuat lebih murah, yaitu sekitar 18 persen, 17 persen, bahkan sampai tarif yang lebih rendah untuk menjaga competitiveness bisnis di Indonesia," ujar Misbakhun.
Namun demikian, ia tidak setuju jika kasus demikian diidentikkan dengan istilah ngemplang pajak. Katanya, bisa saja orang tersebut sudah bayar pajak tapi lupa deklarasi aset.
"Kalau dikatakan ngemplang pajak juga tidak, karena apa? dalam sistem perpajakan kita yang self assessment, bisa saja orang sudah membayar pajak tetapi lupa mendeklarasikan asetnya, lupa memasukkan daftar asetnya itu ke dalam SPT. Bisa saja terjadi," tutur Misbakhun.
Sebab itulah, pemerintah mengeluarkan program tax amnesty.
"Dengan adanya tax amnesty, itu yang terselip-selip itu kan bisa kemudian kita ikut tax amnesty," ujar Misbkhun menambahkan.