Kementerian Perhubungan kembali memberikan toleransi penegakan hukum bagi taksi dalam jaringan (online) yang seharusnya diberlakukan mulai 1 Oktober 2016 sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat ditemui di sela-sela kegiatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) di Montreal, Jumat waktu setempat (30/9/2016), mengatakan, Permenhub 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek tersebut tetap berlaku per 1 Oktober 2016, hanya saja penegakan hukumnya ditunda hingga enam bulan ke depan.
"Tanggal 1 Oktober terap berlaku peraturannya, tetapi 'law enforcement' (penegakan hukumnya), dirazianya nanti kami mundurkan enam bulan," katanya.
Dia mengatakan telah menerbitkan surat edaran terkait penundaan penegakan hukum tersebut.
Budi mengaku hal tersebut dilematis karena di satu sisi peraturan harus ditegakan, sementara di sisi lain taksi online dinilai masih dibutuhkan oleh sebagian masyarakat di tengah moda transportasi darat yang cenderung belum memadai.
Karena itu, lanjut dia, pihaknya memberikan kesempatan kepada taksi online untuk dilakukan pembinaan untuk memenuhi aturan tersebut.
"Kami memberikan kesempatan ini bukan meniadakan aturan, tapi ingin mengingatkan satu aturan yang sangat simpatik dan untuk kepentingan rakyat," katanya.
Dia menambahkan persyaratan yang harus dipenuhi agar perusahaan taksi online bertanggung jawab atas penumpang yang diangkut.
Persyaratan tersebut di antaranya, kendaraan harus berbadan hukum, pengemudi harus memilik SIM A umum, STNK harus diubah dari STNK pribadi menjadi atas nama perusahaan, perusahaan harus memiliki pool dan bengkel, setiap kendaraan yang dioperasikan harus diuji KIR dan lainnya.
Terkait realisasi penegakan hukum, Budi berjanji setelah penundaan enam bulan tersebut akan ditegakkan.
"Penundaan ini juga agar tidak ada luka di masyarakat, suatu waktu akan dilakukan 'law enforcement'," katanya.
Berbagai upaya telah dilakukan penerintah terkait pengoperasian taksi online tersebut, salah satunya memfasilitasi agar menjadi legal melalui payung hukum Permenhub Nomor 32 Tahun 2016.
Namun, pihak taksi online masih saja mengaku keberatan dengan dilakukan berbagai aksi demonstrasi menolak implementasi undang-undang tersebut.
Pasalnya, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, taksi online tidak termasuk dalam kategori angkutan penumpang, hanya taksi dan mobil sewaan yang merupakan penumpang tanpa trayek.
Selain itu, struktur tarif yang rendah dan ditentukan secara bebas oleh perusahaan dan tidak mengikuti aturan juga dinilai turut memicu persaingan usaha yang tidak sehat. (Antara)