Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksikan inflasi akan naik sebesar 0,23 persen jika tarif cukai rokok pada 2017 mendatang naik. Namun penaikkan itu tidak akan ganggu perekonomian Indonesia.
"Kontribusi inflasi 0,23 persen," kata Sri Mulyani di Kantor Ditjen Bea Cukai, Jakarta Pusat, Jumat (30/9/2016).
Sementara terkait angka kemiskinan di tahun 2017, Mantan Direktur World Bank itu belum dapat memastikannya. Sebab saat ini masih dalam pengkajian lebih jauh. “Tapi kalau konsumsi (rokok) turun maka dari sisi kemiskinan akan lebih baik,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya berharap dengan adanya kenaikan tarif cukai rokok ini dapat memberikan dampak positif kepada penerimaan negara pada 2017 mendatang.
Kami berharap tentu saja penerimaan sektor cukai 2017 akan menghasilkan Rp149,8 triliun. Dan ini adalah 10,01 persen dari total penerimaan pajak 2017," katanya.
Diberitakan sebelumnya, berdasarkan PMK kebaikan tarif tertinggi adalah 13,46 persen untuk jenis hail tembakau Sugaret Putih Mesin (SPM) dan terendah adalah sebesar 0 persen untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB, dengan kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen.
Selain itu pemerintah jug menaikan harga jual eceran (HJE) rokok dengan rata-rata 12,26 persen. Hal utama yang menjadi kenaikan tersebut adalah pengendalian produksi, tenaga kerja, rokok illegal, dan penerimaan cukai.
Sri menambahkan kebijakan tersebut juga sudah dibicarakan dengan berbagai stakeholder, baik pihak yang peduli dengan kesehatan dan lapangan pekerjaan, petani tembakau, maupun asosiasi pengusaha rokok. Selain itu juga dilakukan pertemuan dan diskusi dengan pemerintah daerah, yayasan, dan universitas.
Dari pertemuan dan diskusi yang diselenggarakan, ditarik kesimpulan bahwa kenaikan cukai merupakan langkah yang harus ditempuh dalam rangka pengendalian konsumsi dan produksi.
“Semoga kenaikan tarif cukai tersebut juga dapat berkolerasi positif dengan penerimaan dari sektor cukai,” ungkap Sri.