Kementerian Perindustrian tengah mengembangkan kawasan industri halal seiring besarnya permintaan produk halal di masyarakat. Sebagai langkah awal, Kemenperin akan membentuk zona industri halal sebagai percontohan di Pulau Jawa karena wilayah ini memiliki banyak kawasan industri.
“Pengembangan zona kawasan industri tersebut juga akan mempertimbangkan produk-produk yang memiliki orientasi ekspor, terutama ke negara-negara Timur Tengah,” ujar Sekjen Kemenperin Syarif Hidayat mewakili Menteri Perindustrian pada acara Konferensi Pers Indonesia International Halal Lifestyle Expo & Conference (IIHLEC) 2016 di Jakarta, Rabu sore (28/9/2016).
Sehingga, menurut Sekjen, industri nasional berpeluang besar memperluas pasar dan meningkatkan ekspor ke Timur Tengah karena pasar tersebut selama ini dipenuhi produk halal buatan Cina dan Thailand. “Kami juga mengharapkan adanya peningkatan investasi dari pelaku industri dalam negeri dengan adanya kesempatan yang sangat bagus ini,” tuturnya.
Syarif menyatakan, bahwa saat ini produk halal bukan hanya identik bagi kebutuhan masyarakat muslim saja, namun masyarakat non muslim di dunia juga mulai memilih mengkonsumsi produk halal. “Bahkan, perusahaan-perusahaan produk makanan di Indo China (seperti Laos, Vietnam, Kamboja), Australia hingga Amerika Serikat, telah melihat isu halal ini sebagai sebuah peluang bisnis yang sangat baik untuk dikembangkan,” ungkapnya.
Berdasarkan perhitungan Kemenperin, permintaan produk makanan halal dunia akan mengalami pertumbuhan sebesar 6,9 persen dalam enam tahun ke depan, yaitu dari 1,1 trilliun Dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2013 menjadi 1,6 triliun Dolar AS pada tahun 2018.
“Industri halal pun tidak hanya mencakup produk makanan, namun produk dan jasa yang lebih luas termasuk Islamic Tourism, Halal Cosmetics & Personal Care, Islamic Finance, Halal Ingredients, dan Halal Pharmaceutical,” sebut Syarif. Menurutnya, produk halal dipastikan membawa kesehatan, maka pemerintah perlu mendorong industri memproduksi produk halal.
“Masyarakat sudah concern dengan produk halal. Yang penting saat ini produk halal terus diperkenalkan dengan tepat dan pasti akan disambut dengan baik. Indonesia diharapkan menjadi pelopornya,” kata Sayrif. Di samping itu, lanjutnya, industri halal juga sudah berkembang di berbagai negara seperti Malaysia, Turki, Jepang, Singapura, Korea Selatan, sampai ke negara-negara Eropa.
Syarif menambahkan, pihaknya tengah menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. “Peraturan ini mulai berlaku tahun 2019 untuk semua produk makanan yang beredar di Indonesia harus sudah memiliki sertifikat halal,” tuturnya.
Indonesia berpotensi besar
Karenanya, Sekjen meyakini, kawasan industri halal di Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena seiring jumlah penduduk muslim yang mencapai 85,2 persen atau sebanyak 200 jiwa dari total penduduk 235 juta jiwa penduduk yang memeluk agama Islam.
Angka tersebut setara dengan jumlah muslim di enam negara Islam, yaitu Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Malaysia dan Turki. “Jadi, dapat dibayangkan, betapa besar jumlah produk baik makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik dan produk lainnya yang beredar di masyarakat dan dikonsumsi sehari-hari,” ujar Syarif.
Saat ini, Indonesia menempati posisi negara konsumen terbesar dari produk makanan halal dunia, yaitu sebesar 197 miliar Dolar AS, diikuti oleh Turki mencapai 100 miliar Dolar AS. Selanjutnya, Indonesia jugamenduduki peringkat ke-10 dalam industri dan pasar halal dunia, sedangkan Malaysia peringkat pertama.“Perkembangan industri halal di Malaysia jauh lebih maju dibanding kita karena Malaysia sedang mengembangkan industri halalnya secara masif,” ungkap Syarif.
Terkait penghargaan tentang program halal, Menperin menyampaikan, Indonesia telah memenangkan tiga kategori Halal Travel Award di United Arab Emirates (UAE) pada tahun 2015. Selain itu, Lombok yang dijuluki sebagai Pulau Seribu Masjid meraih World’s Best Halal Tourism Destination dan World’s Best Halal Honeymoon Destination, sementara Sofyan Hotel Jakarta mendapatkan penghargaan World’s Best Family Hotel.
“Saat ini, Lombok menjadi sorotan dunia untuk wisata halal. Dan, selanjutnya telah mencanangkan tiga lokasi wisata halal baru, yaitu Aceh, Sumatera Barat, dan Nusa Tenggara Barat,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center Sapta Nirwandar mengatakan, IIHLEC diselenggarakan sebagai tanggapan atas persaingan global di sektor industri halal. “Ajang ini akan membuktikan Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim tak sekadar bisa menjadi konsumen industri halal, tapi juga produsen,” ujarnya.
IIHLEC akan digelar di Ciputra Artpreneur, Jakarta pada 6-8 Oktober 2016. Kegiatan kali pertama ini didukung oleh Kemenperin, Kementerian Pariwisata, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Masyarakat Ekonomi Syariah, dan Ciputra Artpreneur. Rencananya acara serupa akan diselenggarakan secara rutin tiap tahun pada bulan Oktober.
Secara keseluruhan expo akan mencakup 10 sektor yang menjadi bagian dari gaya hidup halal. Yakni, makanan, pariwisata, fashion, kosmetik, pendidikan, finansial, farmasi, media dan rekreasional, layanan kesehatan dan kebugaran serta seni dan budaya.
Menurut Sapta, penyelenggaraan IIHLEC merupakan bentuk kepedulian atas kurangnya informasi mengenai industri halal di Indonesia. “Sebuah inisiatif untuk membentuk sistem dukungan untuk komunitas muslim agar bisa mengakses dan mendapat pengetahuan tentang produk halal dan layanan dari pemerintah berdasarkan hukum Islam,” paparnya. Kegiatan ini juga akan menjadi pusat dari aktivitas dan informasi bagi komunitas muslim untuk belajar, menemukan dan diarahkan ke bisnis, produk dan layanan yang halal.