Dalam sebuah riset diketahui sekitar 70 persen harga listrik berasal dari komponen bahan bakar. Dengan perkataan lain, harga bahan bakar amat menentukan dalam penetapan harga jual listrik. Oleh karena itu, efisiensi engine (mesin) pembangkit sangat penting, Makin efisien mesin pembangkit makin hemat pemakaian bahar bakar dan pada akhirnya makin hemat biaya atau harga listrik yang dijual oleh PLN kepada masyarakat.
Dikemukakan oleh Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi, akan menarik perhatian publik jika di kedua proyek, Tanjung Priok dan Muara Karang, yang sudah ditandatangani kontrak engineering, procurement dan construction (EPC)-nya pada 29 Agustus lalu, engine yang dipakai oleh pemenang tender adalah yang tidak efisien dibandingkan dengan yang tersedia di pasar saat ini. "Hal ini dimungkinkan terjadi jika dilakukan desain terms and condition sedemikian rupa, sehingga keunggulan teknologi dan efisiensi mesin menjadi tidak penting," kata Kurtubi dalam keterangan resmi, Selasa (27/9/2016).
Ia menguraikan, salah satu yang bisa dimainkan adalah output produksi listrik diset atau didesain sedemikian rupa, sehingga cocok dengan engine tertentu. Misalnya, desain output yang disyaratkan oleh PLN adalah 800 megawatt (mw )dari situ bisa terlihat apakah target output dibuat untuk menguntungkan penyedia mesin tersebut.
"Misalnya, di Muara karang, kapasitas yang diminta PLN 500 MW dan itu cocok dengan kemampuan Mitsubishi dengan kapasitas engine 500 mw. Sedang jika engine lain, seperti Siemen adalah 600 mw dan Ansaldo 550, berarti kelebihan kapasitas dan tarifnya lebih mahal. Sementara GE kapasitasnya 550 mw, tetapi mereka tidak ikut tender," ujar Politisi Nasdem tersebut.
Soal Reklamasi
Merujuk media massa, masih ada lagi persyaratan-persyaratan lain, di antaranya, menyangkut lahan, yang harus dipenuhi oleh peserta tender. Hal ini perlu dikemukakan mengingat masalah ketersediaan lahan amat penting demi kelancaran pembangunan pembangkit supaya tercapai 35.000 mw pada 2019, sesuai target.
Ada kecenderungan untuk melakukan reklamasi dalam pengadaan lokasi proyek pembangkit dan cara ini dinilai sarat dengan risiko, antara lain, memakan waktu lebuh lama, biaya besar, serta resistensi dari penduduk dan aktivis lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sudah menyatakan akan menggugat bila Proyek Jawa 1 dibangun di atas lahan hasil reklamasi.
Oleh karena itu, penyelenggara lelang diharapkan bersikap tegas dalam memainkan aturan main dan menutup rapat-rapat celah penyimpangan dengan bersandar pada rencana besar pemerintahan Presiden Jokowi untuk membangun pembangkit-pembangkit berkapasitas 35.000 mw. "Jangan sampai “tergelincir” yang menghambat program besar ini," tutup Jokowi.