PLN Diminta Transparan Dalam Proyek Tender Pembangkit Listrik

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 27 September 2016 | 21:41 WIB
PLN Diminta Transparan Dalam Proyek Tender Pembangkit Listrik
Kantor Pusat PLN di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (7/6/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Efisiensi mesin  pemenang tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas (PLTGU) Jawa 1 dipertanyakan.  PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) diminta transparan dengan membeberkan parameter dan indikator  yang digunakan dalam proyek berkapasitas 2 x 800 Mega Watt (MW) ini.

Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, meminta PLN lebih profesional dalam menyelesaikan tugas yang masuk dalam megaproyek 35.000 MW ini. Dibatalkannya tender Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 5 juga kian memperjelas kinerja kurang baik dari PT PLN.

“Pada tender PLTGU Jawa 1, PLN melibatkan anak usahanya yakni PT PJB (PT Pembangkit Jawa Bali-red), padahal bila dibeberkan secara transparan, peserta tender lain memiliki efisiensi mesin, harga dan kompetensi yang lebih baik,” kata Fahmy Radhi dalam keterangan tertulis, Selasa (27/9/2016).

Fahmy meminta keterlibatan anak usaha PLN, PT PJB sebagai salah satu peserta tender, mesti disikapi PLN  secara fair dan transparan. Ia menilai kalau indikatornya kompetensi dan track record, maka ada konsorsium lain dengan mesin yg lebih efisien yang bisa memenangi tender.

“General Electric mempunyai teknologi pembangkit listrik dan gas terbaru yang lebih efisien. PLN harus memilih pemenang tender proyek PLTGU 1 yang memang benar-benar terbaik. Silahkan dibuka secara transparan kepada publik,” ujar mantan anggota tim Reformasi Tata Kelola Migas itu.

 Diketahui, teknologi yang dipakai Mitsubishi diduga paling tua dibanding GE dan Siemens.  Teknologi Mitsubishi itu diperkirakan tahun 90-an, sementara Siemens dan GE baru 5 tahun.   Ia juga  memberikan perbandingan mengenai efisiensi ketiga mesin. Mesin GE memiliki angka efisiensi sekitar 62 persen, Siemens sekitar 60 persen, dan Mitsubishi 59 persen.   “Setiap 1 persen efisiensi  kontribusinya bisa USD2 juta per tahun. Nah, apabila umur proyek 20 – 25 tahun, bisa dibayangkan berapa persen pemborosan uang negara,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI