Kesepuluh sektor industri tersebut, yakni Industri Pupuk, Industri Petrokimia, Industri Oleokimia, Industri Baja/Logam Lainnya, Industri Keramik, Industri Kaca, Industri Ban dan Sarung Tangan Karet, Industri Pulp dan Kertas, Industri Makanan dan Minuman, serta Industri Tekstil dan Alas Kaki.
Pemerataan ekonomi
Sementara itu, Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan,harga gas yang kompetitif bagi para industri yang berlokasi di kawasan industri akan mendorong pengembangan wilayahdan menjadi instrumen pemerataan ekonomi.
“Hal ini sesuaiperintah Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia atauease of doing business menjadi di kisaran peringkat 40 dari peringkat 109 saat ini,” tuturnya.Untuk mencapai target tersebut, lanjutnya, salah satu yang harus dilakukan adalah melalui penyediaan listrik dan gas. “Sehingga dalam hal ini,harga gas memiliki peranan penting,” tambahnya.
Berdasarkan kajian kerja sama Kemenperin dengan LPEM Universitas Indonesia, apabila harga gas bumi menjadi 3,8 dolar AS per MMBTU akan menurunkan penerimaan negara sebesar Rp 48,92 triliun, namun akan meningkatkan penerimaan berbagai pajak dari industri turunannya sebesar Rp77,85 triliun.
“Kami tidak melihat penurunan penerimaan negara tersebut sebagai kerugian. Yang perlu dipertimbangkan adalaheconomic opportunity yang hilang akibat tidak berkembangnya industri berbasis gas,” papar Sigit.
Diharapkannya, penurunan harga gas diikuti dengan upaya industri melakukan revitalisasi untuk peningkatan kapasitas.“Harga gas yang bersaing nantinya dapat mendorong perusahaan yang saat ini berhenti produksi untuk beraktivitas lagi serta mengembalikan kapasitas industri yang produksinya turun saat ini,” tegas Sigit.
Pada kesempatan yang sama, Sekjen Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia Dadang Heru Kodri mengatakan, kontribusi biaya gas mencapai 72 persen dari biaya produksi urea nasional, sehingga harga gas menjadi sangat penting di industri pupuk urea.
“Harga gas industri pupuk nasional jauh lebih tinggi dibanding negara lain. Saat ini biaya produksi telah dikisaran 250 dolar AS per ton. Apabila harga di bawah 4 dolar AS per MMBTU akan menurunkan biaya produksi urea sebesar 45 dolar AS per ton atau menjadi 205 dolar AS per ton,” paparnya.
Menurut Dadang, Indonesia sebagai negara pertanian yang besar perlu didukung ketersediaan dan pasokan pupuk yang diproduksi sendiri sehingga keberadaan pabrik pupuk nasional perlu mendapat perhatian dan proteksi dari Pemerintah.“Industri pupuk perlu mendapatkan harga gas sebesar 2 – 4 dolar AS per MMBTU sesuai dengan mayoritas harga gas di dunia untuk industri pupuk,” ujarnya.