Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Satuan Tugas Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) kembali menyoroti beberapa kasus tindak pidana perikanan dan tindak pidana lainnya yang dilakukan perusahaan besar perikanan. Salah satunya adalah PT Pusaka Benjina Resources yang diketahui mulai kembali beroperasi padahal status perizinannya sudah dicabut, baik SIUP maupun SIPI/SIKPI.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan hal tersebut dapat mengancam produk perikanan Indonesia di pasar global. Hal ini menyusul terungkapnya kasus perbudakan yang telah dilakukan Grup Benjina terhadap ratusan Anak Buah Kapal (ABK) asing asal Thailand, Vietnam dan Myanmar.
"Kalau kedengaran dunia (beroperasi kembali) berarti kita restui proses perbudakan. Ini bahaya untuk produk (perikanan) Indonesia di dunia. Ini sudah jadi perhatian dunia, perbudakan jelas diekspos di Benjina," tandas Susi saat konferensi pers di Kantor KKP Jakarta, Kamis (22/9/2016).
Penegakkan hukum terus dilakukan KKP bersama Satgas 115 dalam memproses tindak pidana perdagangan orang di Grup Usaha Pusaka Benjina. Praktik tindak pidana perdagangan orang terhadap sekitar 600 warga negara asing yang dipekerjakan sebagai ABK di Benjina. Manager lapangan, 1 orang petugas keamana dan 5 kapten kapal berkebangsaan Thailand, telah divonis 3 tahun penjara.
Silver Sea Fishery Co, perusahaan yang diduga kuat sebagai pemilik kapal-kapal di Benjina, dihukum untuk membayarkan restitusi kepada para korban. Saat ini penyidik sedang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana perdagangan orang yang menjerat korporasi tersebut.
“Berdasarkan pemeriksaan Kementerian Ketenagakerjaan terhadap PT. Pusaka Benjina dan Group, ditemukan 817 orang tenaga kerja asing (ABK) tidak memiliki Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) dari Kementerian Ketenagakerjaan”, pungkas Susi.
Saat ini penyidik dari Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP sedang melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana perikanan berupa alih muatan tidak sah (transhipment) di tengah laut, menggunakan alat tangkap pair trawls yang dilarang dan mengangkut ikan ke luar wilayah Indonesia tanpa dilengkapi sertifikat kesehatan ikan untuk konsumsi manusia. Penyidik Stasiun PSDKP KKP Tual telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan tanggal 20 September 2016. Dalam waktu dekat akan melakukan penyitaan terhadap ikan yang ada di PBR Benjina.
Hal tersebut melanggar Pasal 185 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan ancaman pidana penjara minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun dan atau denda minimal Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan maksimal Rp. 400.000.000 (empat ratus juta rupiah). Kasus ini masih dalam penyelidikan/penyidikan Bareskrim Polri yang berlangsung sejak September 2015. Dalam waktu dekat kami akan berkoodinasi dengan Kapolri untuk mempercepat penanganan/penuntasan kasus dimaksud.
Selain Benjina, pemerintah juga kembali menyoroti tiga kasus tindak pidana perikanan yang dilakukan perusahaan besar lainnya. Diantaranya adalah PT Avona Mina Lestari yang telah melakukan pemalsuan dokumen (Gross Akta Kapal Perikanan), pelanggaran pelayaran dan pelanggaran karantina perikanan.
Sebagai efek jeranya, Surat Ijin Kapal Penangkap Ikan (SIKPI) telah dibekukan. Dari kasus tersebut, telah ditetapkan tersangka atas nama MS (Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Sorong Tahun 2006) dan AM (pemohon) dengan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen baliknama Gross Akta.