Pemerintah Indonesia selama dua tahun terakhir terus berupaya menindak tegas pelaku illegal fishing. Di bawah komando Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun menjadi sorotan dunia.
Pada acara Our Ocean Conference 2016 di Washington DC, Kamis pagi (15/9/2016) waktu setempat, Susi memaparkan pentingnya sinergi antarnegara dalam memberantas illegal fishing. Ia berbicara di forum tersebut sebagai panelis dengan mengangkat tema *The Safe Ocean Network and Detection, Enforcement and Prosecution of Illegal Fishing"
Dalam kesempatan tersebut, Susi juga bercerita kisahnya saat pertama menjabat sebagai menteri, yakni dengan menegakkan hukum yang konsisten termasuk penenggelaman kapal. “Indonesia terus, dan tanpa henti melawan illegal fishing. Tak lama setelah saya dilantik sebagai menteri, saya memberlakukan moratorium nasional terkait lisensi pencarian ikan untuk kapal-kapal yang dibuat di luar Indonesia," ungkap Susi dalam pidatonya pada forum panel Our Ocean Conference 2016 di Departement of State AS, Washington DC, Kamis (15/9/2016).
Susi juga menceritakan awal kebijakannya saat pertama menjadi menteri hingga terbentuknya Satgas 115. “Kami mendirikan gugus tugas Presiden untuk memerangi penangkapan ikan, berfungsi sebagai sistem penegakan satu-atap, yang terdiri dari Angkatan Laut (TNI), Kepolisian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bakamla dan Jaksa Agung dalam satu kantor”, lanjutnya.
Dalam paparannya itu, Susi juga mengungkapkan adanya pelanggaran operasional, mulai dari pemalsuan ijin dokumen kapal hingga mempekerjakan tenaga asing secara ilegal. Tidak hanya sebatas pada pidana berkaitan dengan pencurian ikan, namun juga hingga pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Setelah dilakukan penelusuran lebih jauh, kata Susi, ditemukan fakta bahwa pelaku kejahatan pencurian ikan ini dilakukan di lintas batas negara. Pelakunya, juga melibatkan organisasi yang terstruktur. “Ini harus menjadi perhatian kita, bahwa aktivitas illegal fishing ini terkait dengan kejahatan transnasional yang terorganisir dan kejahatan lainnya di luar sektor perikanan," pungkasnya.
Selama ini, pemerintah Indonesia memang dikenal dengan ketegasannya menindak para pencuri ikan, dengan penerapan hukuman yang konsisten yakni penenggelaman kapal. Susi menyadari bahwa illegal fishing juga termasuk kejahatan transnasional. “Indonesia mengakui, dari berbagai penyelidikan bahwa ada banyak pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan sepanjang rantai usaha perikanan. Dan karena banyak yuridiksi terlibat, kami memahami bahwa kegiatan penangkapan ikan kejahatan terorganisir transaksional perikanan” tutupnya.
Konferensi bertaraf internasional ini digelar dari 15 sampai 16 September 2016 di kantor Departement of State Amerika Serikat, Washington DC. Turut hadir dalam satu diskusi panel dengan Susi, Menteri Kelautan Ghana Sherry Ayittey dan Ian Urbini dari New York Times. Laksmana Madya Timothy Gallaudet dari Angkatan Laut AS bertindak sebagai moderator.
Konferensi ini dihadiri oleh lebih dari 30 Menteri Luar Negeri dan Menteri Kelautan berbagai negara maritim, serta 350 pakar dan praktisi bidang kemaritiman. Ini merupakan kali ketiga Our Ocean Conference digelar.
Pada 2015 lalu, Chili bertindak sebagai tuan rumah dan menghasilkan sejumlah poin rumusan strategis mengenai pentingnya kerja sama antarnegara dalam melawan kejahatan perikanan dan tindakan tak bertanggung jawab yang merusak ekosistem lautan. Pada hari kedua konferensi, 16 September 2016, Susi akan memberikan pledge statement (pernyataan komitmen), salah satunya adalah mengenai komitmen menjadi tuan rumah Our Ocean Conference 2018 dan kesediaan untuk menjadi bagian dari Safe Ocean Network.