Kementerian Perindustrian berkomitmen menerapkan kebijakan hilirisasi industri yang menekankan upaya pengolahan sumber daya alam termasuk di sektor agro. Apalagi, Indonesia merupakan negara produsen produk agro utama di dunia seperti kelapa sawit, kakao, kopi, karet, kelapa,rumput laut, dan buah-buahan tropis.
“Hilirisasi dilakukan untuk menghasilkan produk-produk yang lebih beragam dan bernilai ekonomi tinggi, sehingga memiliki daya saing yang kuat di pasar domestik dan internasional,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Haris Munandar pada Seminar Nasional dengan tema "Hilirisasi Industri Sumber Daya Alam Kalimantan Barat untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Pangan dan Kosmetika" di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (8/9/2016).
Haris menegaskan, strategi pembinaan dan pengembangan industri agro nasional akan berhasil dengan baik, jika dilakukan koordinasi dan sinkronisasi yang sinergis antar instansi terkait baik di pusat maupun daerah termasuk peran lembaga penelitian dan pengembangan (litbang). “Pengembangan industri agro membawa dampak ganda pada penyediaan lapangan kerja dan pemerataan pembangunan industri ke seluruh daerah,” tuturnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (10/9/2016).
Selain itu, lanjut Haris, begitu banyak tantangan yang harus dihadapi industri agro saat ini seiring dengan semakin meningkatnya persyaratan konsumen akan produk-produk yang bermutu tinggi dan aman serta semakin ketatnya persaingan pasar baik di lokal maupun global. “Untuk itu diperlukan strategi yang tepat agar target dapat tercapai,” ujarnya.
Kemenperin telah menetapkan target pertumbuhan industri agro pada tahun 2016 sebesar 7,7 persen atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 7,5 persen. Pertumbuhan ini akan memberikan kontribusi pada produk domestik bruto industri pengolahan non-migas sebesar 46 persen.
“Dalam upaya mencapai target yang telah ditetapkan tersebut, strategi utama yang perlu kami lakukan, antara lain meliputi empat pendekatan atau kategori,” ungkap Haris. Pertama, penerapan regulasi seperti pengenaan bea keluar, larangan ekspor bahan baku serta pemberian insentif tax holiday dan tax allowance.
Kedua, melakukan intervensi dengan memberikan bantuan peralatan dan mesin, serta promosi pasar melalui pameran di dalam maupun luar negeri. Ketiga, pemberian fasilitasi dan pendampingan seperti pelatihan desain, peningkatan kompetensi SDM, kualitas dan mutu, serta pendampingan teknologi. “Keempat adalah sosialisasi melalui peraturan-peraturan dan standardisasi,” ungkapnya.
Peran penting litbang
Sementara itu, Kepala Balai Riset dan Standardisasi Industri Pontianak, Heronimus Judi Tjahjono mengatakan, hilirisasi merupakan upaya untuk mempercepat pencapaian dan peningkatan daya saing industri nasional. “Namun diperlukanjuga sinergitasdengan berbagai unsur pemangku kepentingan terutamayang fokus pada kegiatan litbang,” ujarnya.
Dia menggambarkan, permasalahan di industri kosmetik nasional saat ini adalah kelangkaan bahan baku di pasar dalam negeri. Berdasarkan laporan Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi), angka impor bahan baku di industri kosmetik nasional saat ini mencapai 70 persen dari total kebutuhan.