PT Aneka Tambang (Antam) Tbk mengumumkan bahwa Perusahaan menyambut positif dan siap mendukung rencana relaksasi ekspor mineral secara terbatas yang digagas oleh Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Direktur Utama ANTAM, Tedy Badrujaman mengatakan bahwa sebagai BUMN yang merupakan kepanjangan tangan negara dalam pengelolaan sumber daya mineral, Antam berkomitmen untuk mendukung kebijakan hilirisasi mineral Pemerintah. "Hal ini dibuktikan dengan telah berdirinya Pabrik FeNi I, II dan III di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, Pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) di Tayan, Kalimantan Barat, dan pabrik Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia di Pulogadung, Jakarta," kata Tedy di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
"Meski demikian, ANTAM memiliki produksi bijih hasil tambang yang merupakan by product tambang yang belum ekonomis untuk mensuplai pabrik Antam ataupun pabrik dalam negeri lainnya. Padahal ini sangat bernilai di luar negeri sehingga bisa ada tambahan pemasukan bagi negara dan pendanaan bagi proyek pertumbuhan apabila dapat diekspor, dibandingkan hanya sebagai waste tanpa nilai ekonomis," ujar Tedy.
Bijih mineral memiliki beberapa karakteristik yang tidak seluruhnya dapat diolah di dalam negeri dikarenakan keragaman teknologi pengolahan masing-masing karakteristik mineral bijih dan tingkat keekonomian yang ditentukan oleh besaran investasi dan biaya produksi. Adapun pemanfaatan bijih mineral yang belum diolah tersebut dapat dilakukan melalui ekspor bijih mineral mengingat keterbatasan kapasitas pabrik pemrosesan di dalam negeri.
Bila Antam diberi kepercayaan untuk mengekspor kembali, maka Antam akan mengalokasikan bijih nikel kadar tinggi untuk seluruh smelter dalam negeri dengan harga yang lebih murah dari harga pada saat ini. Sedangkan, untuk bijih nikel yang tidak dapat dikonsumsi di dalam negeri akan diekspor. Bijih sisa ini mempunyai kadar yang lebih bagus dari bijih nikel dari Filipina sehingga bila bijih nikel dari Indonesia masuk ke pasar ekspor maka akan mensubstitusi bijih nikel dari Filipina.
Dengan jumlah cadangan dan sumber daya nikel sejumlah 988,30 juta wmt yang terdiri dari 580,20 juta wmt bijih nikel kadar tinggi dan 408,10 juta wmt bijih nikel kadar rendah, ANTAM akan mampu untuk memasok kebutuhan smelter dalam negeri.
"Dengan demikian harga nikel akan tetap stabil dan minat investor akan tetap tinggi seperti saat ini,” tambah Tedy.
Untuk memanfaatkan cadangan dan sumber daya nikel yang dimiliki, selain melakukan penjualan bijih domestik, saat ini Antam tengah melaksanakan pembangunan pabrik feronikel berkapasitas 13.500 ton nikel dalam feronikel (TNi) di Halmahera Timur, Maluku Utara yang direncanakan selesai pada tahun 2018. Untuk mengoptimalkan nilai tambah potensi bauksit yang dimiliki, saat ini ANTAM berkerjasama dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum) sedang melaksanakan pembangunan pabrik Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Tahap 1 berkapasitas 1 juta ton di Mempawah, Kalimantan Barat yang direncanakan selesai pada tahun 2019. "Melalui pengoperasian SGAR, Antam dan Inalum dapat mengolah cadangan bauksit yang ada sehingga Inalu akan memperoleh pasokan bahan baku aluminium dari dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan terhadap impor alumina sekaligus menghemat devisa," tutup Tedy.
Dalam pengolahan bijih emas, kegiatan hilirisasi Antam telah selesai hingga menghasilkan produk akhir emas batangan serta memasarkannya. Antam memiliki tambang dan pabrik pengolahan emas di Pongkor, Jawa Barat dan Cibaliung, Banten, serta pabrik pengolahan dan pemurnian Logam Mulia berstandar internasional London Bullion Market Association (LBMA) yang merupakan satu-satunya fasilitas pengolahan dan pemurnian logam mulia di Indonesia yang menjamin kualitas kemurnian produk emas ANTAM 99,99 persen.