Direktur/Chief Marketing Officer PT Lippo Cikarang Tbk Stanley Ang mengatakan target penjualan properti dari Lippo Cikarang tidak akan berubah meskipun ada kelonggaran ketentuan loan to value (LTV) yang baru saja diterapkan Bank Indonesia (BI). Menurutnya, efek dari pelonggaran LTV tidak akan serta merta langsung terasa di industri properti.
"Saya kira belum bisa langsung terasa saat ini juga. Saya kira perlu tiga sampai empat bulan untuk merasakan dampak dari kebjiakan tersebut," kata Stanley di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Oleh sebab itulah, Stanley menyatakan PT Lippo Cikarang Tbk tahun ini akan tetap mempertahankan target penjualan properti yang sejak semula ditetapkan pada awal tahun. "Saya kira kami targetkan penjualan kami akan tumbuh 20 persen di akhir tahun ini dibanding 2015. Untuk perolehan laba bersih, saya belum bisa pastikan akan berapa persen, tetapi saya kira akan tetap tumbuh dua digit," ujar Stanley.
Walau demikian, Stanley mengapresiasi positif kebijakan pelonggaran LTV yang dilakukan BI. Menurutnya, kebijakan ini akan membantu pemulihan industri properti. "Walaupun bagi kami para developer, pengaruhnya tidak akan langsung terasa seketika," tutup Stanley.
Sebagaimana diketahui, BI kembali menyempurnakan ketentuan rasio LTV untuk kredit properti dan rasio Financing to Value (FTV) untuk pembiayaan properti. Penyempurnaan ini dilakukan guna mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan namun tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen.
Penyempurnaan tersebut dilakukan melalui penerbitan ketentuan baru, yakni PBI Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value (LTV) untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (PBI LTV/FTV). PBI ini berlaku sejak 29 Agustus 2016.
Ada empat penyempurnaan pokok ketentuan LTV dan FTV yang baru saja dikeluarkan BI.
Pertama, perubahan rasio dan tiering untuk Kredit Properti (KP) dan Pembiayaan Properti (PP) untuk fasilitas pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
Kedua, penyesuaian persyaratan Non Performing Loan (NPL) alias Rasio Kredit Bermasalah atau Non Performing Fund (NPF) alias Rasio Pembiayaan Bermasalah secara total untuk penggunaan rasio LTV untuk KP dan FTV untuk PP dari gross menjadi net.
Ketiga, kredit tambahan atau top up oleh bank umum dan pembiayaan baru oleh bank umum syariah atau unit usaha syariah yang merupakan tambahan dari pembiayaan sebelumnya menggunakan rasio LTV KP atau rasio FTV PP yang sama. Asalkan, KP atau PP itu memiliki kualitas lancar.