Pusat Penanganan Isu Strategis (Puspitra) Kementerian Perdagangan makin intensif menciptakan terobosan produk-produk strategis nasional. Produk garam piramida yang dikenal sebagai garam artisanal dan menjadi kebanggaan masyarakat Buleleng, Bali, mulai mendapat perhatian serius. Sinergi dilakukan bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta Pemerintah Kabupaten Buleleng.
“Kemendag menggandeng dua kementerian lain untuk membuat pilot project pengembangan garam piramida Buleleng, Bali yang potensial ini,” kata Kepala Puspitra Kemendag Ni Made Ayu Marthini di Jakarta hari ini, Sabtu (3/9/2016).
Ketiga kementerian bersama-sama melakukan kunjungan kerja ke Bali Utara pada 29-31 Agustus 2016. Pilot project dibuat sebagai respons cepat Pemerintah terhadap persoalan laten garam nasional, yaitu kesejahteraan petani garam yang masih rendah dan kualitas garam rakyat yang belum prima. Kemendag berupaya mendorong pengembangan produksi garam artisanal untuk memberikan nilai tambah komoditas garam demi kesejahteraan petani garam serta jangka menengah mengurangi ketergantungan impor garam industri karena bisa diproduksi di dalam negeri.
“Harga yang diterima petani rendah karena kualitas garam yang belum memuaskan dan berlebihnya produksi garam konsumsi. Di samping itu, produksi garam industri di Indonesia pun belum efisien.” kata Made.
Made mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan menaruh fokus pada peningkatan mutu produk garam dan Kementerian Perindustrian fokus pada penanganan isu Standar Nasional Indonesia produk garam. “Kementerian Perdagangan fokus pada pengembangan desain dan kemasan produk garam,” ungkap Made.
Dalam rangkaian kunjungan kerja tersebut, ketiga kementerian mengunjungi sentra produksi garam rakyat di Desa Pejarakan, Buleleng. Setelah itu, menuju Desa Pemuteran, Buleleng untuk berdiskusi bersama Kelompok Tani Uyah Buleleng, produsen garam artisanal piramida.
Menurut Made, Bali mempunyai potensi dalam pengembangan garam artisanal karena mempunyai tradisi yang unik dan hasil garam yang artistik. Garam artisanal saat ini masih belum optimal dikembangkan di wilayah sentra produksi garam lainnya di Indonesia. Oleh karena itu, Made berharap pilot project pengembangan garam artisanal mendapat hasil yang dapat dicontoh oleh sentra-sentra penghasil garam lain. “Kunci garam artisanal adalah kualitas dan higienitas serta proses pengolahannya yang bersifat tradisional. Kami percaya di Bali Utara dan Bali Timur jika digarap dengan maksimal dapat menjadi sumber ekonomi andalan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan perajin garam,” kata Made.
Menurut Made, harga garam artisanal piramida asal Pemuteran bisa mencapai Rp 181 ribu per kilogram di pasar. Sangat jauh jika dibandingkan dengan harga garam rakyat yang dijual petani garam Pejarakan dengan Rp 3 ribu per kilogram. “Perbedaan harga tersebut diperoleh melalui proses dan tahapan yang memerlukan kesabaran, waktu, dan investasi sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang berlipat,” tambah Made.
Melalui kerja sama dengan dua perusahaan yang bergerak di bidang produk natural dan organik, garam artisanal produksi Kelompok Tani Uyah Buleleng kini telah menembus ekspor mancanegara hingga ke Australia, Italia, Amerika Serikat, dan Singapura. Permintaan dalam negeri pun meningkat.
Menurut Wayan Kanten, Ketua Kelompok Tani Uyah Buleleng, prospek pasar domestik dan eskpor garam artisanal sangat menjanjikan. Bahkan kelompok tani ini tengah melakukan perluasan produksi dan penambahan tenaga kerja untuk memenuhi permintaan. Namun menurut Wayan, pengembangan pasar garam artisanal di dalam negeri terbentur kewajiban penambahan yodium untuk garam konsumsi sebelum mendapat izin edar. “Kami memahami maksud persyaratan tersebut, namun konsumen banyak yang tidak mau garam berisi yodium. Sementara itu, jika tidak berisi yodium maka garam kami tidak dapat dijual ke pasar domestik yang konsumsinya semakin hari semakin meningkat,” kata Wayan.
Pemda Buleleng turun tangan
Di sisi lain, Made melihat bahwa pengembangan garam di wilayah Buleleng adalah pekerjaan bersama. “Harus ada sinergi dari Pusat dan Daerah untuk pengembangan garam artisanal di Kabupaten Buleleng, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani garam,” kata Made.
Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Puspaka sangat menyambut baik kedatangan rombongan dari tiga kementerian. Dewa juga menyampaikan bahwa Kabupaten Buleleng siap membantu dengan anggaran APBD sesuai dengan hasil rekomendasi yang dihasilkan oleh tim ini. “Agar dapat mendorong pertumbuhan produksi garam lokal, maka perlu dilakukan gerakan konsumsi garam lokal untuk membangun kecintaan masyarakat terhadap produk lokal dan mendorong petani agar dapat berproduksi di tingkat economy of scale,” kata Made.
Saat ini Kemendag juga bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga untuk merencanakan upaya mendorong peningkatan produksi garam untuk industri makanan dan minuman. “Sebetulnya produksi garam rakyat cukup, namun perlu ditingkatkan kualitasnya sehingga bisa mendorong investasi dan efesiensi proses produksi garam konsumsi,” kata Made.
“Semoga program branding dan desain Kemendag dapat membuahkan hasil tahun ini,” kata Made Arnika, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Buleleng. Pada tahun 2015, Pemerintah Kabupaten Buleleng menyambut baik program Kementerian Kelautan dan Perikanan yang membantu kelompok tani garam di daerah Pemuteran untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam piramida lewat bantuan rumah kaca dan tempat penyortiran garam.