Keterbatasan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk infrastruktur harus disiasati dalam bentuk creative financing melalui skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (2/9).
Dalam acara konferensi pers tersebut turut hadir Sekretaris Ditjen Bina Konstruksi Panani Kesai, Direktur Utama PT Debindo ITE Effi Setiabudi, Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kadin Errika Ferdinata, Direktur Bina Investasi Infrastruktur Ober Gultom dan Director and CIO-Domestic Client IIF Harold Tjiptadjaja.
Menurut Yusid, Skema KPBU untuk pembangunan infrastruktur PUPR semakin dibutuhkan mengingat penerimaan negara dari pajak maupun bukan pajak relatif terbatas. Bahkan selama tahun anggaran 2016 ini, APBN telah mengalami dua kali pemotongan dalam rangka penghematan anggaran karena penerimaan negara yang terbatas tersebut.
Berdasarkan data Bappenas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kebutuhan pendanaan infrastruktur prioritas mencapai Rp 4.796 triliun dengan kebutuhan pendanaan infrastruktur bidang PUPR sebesar Rp 1.915 triliun. Sementara total anggaran yang tersedia hanya Rp 1.289 triliun, sehingga masih terdapat financial gap senilai Rp 626 triliun.
“Kita harus welcome kepada investor (swasta), jangan dulu bilang ‘tidak’ untuk membangun infrastruktur oleh swasta, karena kebutuhan infrastruktur di Indonesia sangat tinggi, beri mereka (investor) jalan dan tunjukan kepada siapa mereka harus bertanya,” ujarnya.
Setiap kementerian pun diamanatkan untuk menunjuk unit kerja dilingkungannya sebagai unit Simpul KPBU, sesuai dengan Pasal 44 Peraturan Presiden (Perpres) 38/2015. Untuk Kementerian PUPR, penyusunan simpul KPBU PUPR yang nantinya akan berperan sebagai PPP Center, akan dilakukan oleh Direktorat Bina Investasi Infrastruktur (DBII) Ditjen Bina Konstruksi.
Kehadiran PPP Center pada Kementerian PUPR diharapkan dapat mengurangi transaction cost of economic dari proyek KPBU, mengurangi asimetris informasi terkait skema KPBU dan diharapkan dapat membangun trust pada investor dalam melakukan skema KPBU pada proyek infrastruktur.
Harold Tjiptadjaja menyampaikan bahwa saat ini adalah momen yang tepat untuk menggiatkan swasta dalam pembiayaan infrastruktur. “Peranan swasta ini bisa besar sekali namun itu semua tergantung bagaimana pemerintah bisa menarik,” ujarnya.
Ia mengakui, pemerintahan telah melakukan banyak deregulasi dan juga memberikan insentif agar swasta masuk dalam pembiayaan infrastruktur atau pembangunan infrastruktur di Indonesia. “Karena itu swasta jangan ragu-ragu (masuk dalam pembiayaan/pembangunan infrastruktur-red),” katanya.
Seperti diketahui bahwa pemerintah telah mengeluarkan Paket Ekonomi I hingga XIII yang salah satu poin utamanya adalah upaya memangkas tahapan perizinan termasuk dalam bidang investasi. Selain itu pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendukung pembiayaan proyek infrastruktur melalui Dana Dukungan Tunai (Viability Gap Fund) Infrastruktur dan skema pembayaran atas ketersediaan layanan (Availability Payment) untuk memenuhi target outcome Kementerian PUPR yaitu infrastruktur dasar, konektivitas dan ketahanan air.