Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, Syahrul Mamma, menegaskan pentingnya Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam meningkatkan kinerja perdagangan dan ekonomi nasional. Hal ini disampaikan dalam media briefing Hasil Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Semester I Tahun 2016 hari ini, Rabu (31/8/2016) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.
“Standar produk yang baik memberi manfaat sebesar-besarnya bagi konsumen. Karena itu SNI menjadi sangat penting, terutama dalam perdagangan era global saat ini apalagi kita telah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN,” kata Syahrul.
Standar merupakan suatu instrumen yang berperan dalam menentukan mutu produk. Syahrul menambahkan bahwa SNI mempertimbangkan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan lingkungan hidup (K3L), ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman empiris dalam perumusan dan penerapannya.
Awasi Ratusan Produk
Pada periode Januari-Agustus 2016, Kemendag telah melakukan pengawasan terhadap 248 produk. Dari jumlah tersebut, sebanyak 81 produk dinyatakan sudah sesuai SNI. Produk-produk tersebut terdiri atas 47 produk yang sesuai SNI, 17 produk yang sesuai ketentuan label bahasa Indonesia, dan 17 produk yang sesuai Petunjuk Penggunaan/Manual Kartu Garansi (MKG). Produk-produk itu terdiri atas 30 produk dalam negeri dan 51 produk impor.
“Sebesar 32,7 persen dari 248 produk yang diawasi telah memenuhi ketentuan SNI Wajib, pencantuman label dalam Bahasa Indonesia, serta MKG,” kata Syahrul.
Sementara itu, produk yang diduga tidak sesuai ketentuan sebanyak 139 produk. Produk-produk tersebut terdiri atas 73 produk yang tidak sesuai SNI, 22 produk yang tidak sesuai ketentuan label dalam bahasa Indonesia, dan 44 produk yang tidak sesuai MKG. Produk-produk itu terdiri atas 29 produk dalam negeri dan 110 produk impor. Terdapat 28 produk yang masih dalam proses pengujian di laboratorium, terdiri atas 13 produk dalam negeri dan 15 produk impor.
Syahrul Mamma bertindak tegas terhadap semua produk yang tak memenuhi ketentuan. “Sebesar 67,3% dari 248 produk tidak memenuhi ketentuan, termasuk 28 produk yang masih dalam proses uji laboratorium untuk melihat kesesuaian terhadap SNI. Terkait produk yang tidak sesuai ketentuan tersebut, telah disampaikan teguran tertulis dan proses penegakan hukum, seperti perintah penarikan barang, pelimpahan berkas ke kejaksaan, maupun penyitaan produk,” tandas Syahrul.
Syahrul menambahkan, apabila suatu produk menjadi kebutuhan masyarakat umum dan berkaitan dengan aspek K3L, Pemerintah dapat memberlakukan SNI secara wajib. Dalam hal ini, seluruh produk yang beredar di Indonesia wajib memenuhi syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI. Pelaku usaha juga harus dapat membuktikannya dengan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI) yang diterbitkan oleh Lembaga sertifikasi Produk (LSPro). Dengan demikian, konsumen hanya akan menggunakan produk yang terjamin mutunya dan aman.
Setiap produk yang diberlakukan SNI secara wajib harus dibubuhi tanda SNI, Nomor Register Perusahaan (NRP) atau Nomor Pendaftaran Barang (NPB), label berbahasa Indonesia, serta Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual dalam bahasa Indonesia bila diperdagangkan. Saat ini sudah terdapat 111 produk yang menerapkan 118 SNI secara wajib.
Pengawasan Kemetrologian
Selain mengawasi barang beredar, Kemendag melalui Direktorat Metrologi juga melakukan pengawasan di bidang kemetrologian. Pengawasan tersebut dilakukan bersama dengan Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten/Kota. Pengawasan dilakukan terhadap alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP), yang terdiri atas 74 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), 203 Pompa Ukur Bahan Bakar Minyak (PUBBM), dan 270 nozzle di 13 kabupaten/kota di Indonesia.
Sebagian besar alat-alat UTTP yang diawasi berada dalam batas toleransi. Hasil pengawasan nozzle menunjukkan sebanyak 250 nozzle (92,6 persen) masih dalam Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD), 17 nozzle (6,3 persen) melebihi BKD, dan 3 nozzle (1,1 persen) tidak diuji karena rusak. “Terhadap 17 nozzle tersebut dilakukan pembinaan dan ditindaklanjuti tera ulang oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Metrologi setempat,” ujar Syahrul.
Kemendag juga melakukan pengawasan terhadap 10 produk Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT), yang terdiri atas 9 produk komoditas prioritas ASEAN. Produk-produk tersebut yaitu beras, mi instan, teh, kopi, gula, kecap/saus, susu, minyak goreng dan minuman buah, serta 1 produk liquefied petroleum gas (LPG) 3 kg yang telah diawasi di 10 kabupaten/kota di Indonesia. Dari 99 produk yang diawasi, sebesar 86,1 persen memenuhi kesesuaian label dan 4,7 persen memenuhi kebenaran kuantitas.