Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku sependapat dengan Fraksi Partai Golkar, Grindra, PKB, PAN, PKS, PPP, NasDem dan Hanura, mengenai target pertumbuhan ekonomi tahun 2017 dan harapan agar pertumbuhan ekonomi bersifat inklusif. Namun, semua itu harus berdasarkan perhitungan yang tepat.
"Pemerintah sependapat bahwa target pertumbuhan ekonomi tahun 2017 harus dapat menunjukkan sisi optimisme, namun di sisi lain juga harus berdasarkan pada perhitungan yang realistis demi menjaga kredibilitas fiskal," kata Sri dalam rapat paripurna DPR, di gedung Nusantara II, Komplek DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Sri melanjutkan, meskipun pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2017 diproyeksikan akan lebih baik dari kondisinya di tahun 2016, namun pemerintah tetap mewaspadai adanya potensi resiko global di tahun 2017.
"Seperti harga komoditas yang rendah, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diproyeksikan masih berlanjut, serta ketidakpastian perekonomian global akibat dinamika kebijakan moneter di negara maju," ujar Sri.
Selain itu, kata Sri, perekonomian di negara-negara maju saat ini justru berada pada suatu fenomena Secular Stagnation.
Sri melanjutkan, fenomena tersebut ditandai dengan penerapan kebijakan ekonomi yang sangat ekspansif namun belum mampu menciptkan pemulihan ekonomi pada tingkat yang optimal. Tingkat suku bunga yang sangat rendah tidak mampu mendorong inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada level yang diharapkan.
"Di tengah lingkungan global yang belum kondusif tersebut, pemerintah meyakini bahwa konsumsi dan investasi akan mampu menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi di tahun 2017," kata Sri.
Menurut Sri, pemerintah akan terus memberikan dukungan kepada sektor industri melalui paket kebijakan ekonomi jilid I sampai dengan XIII dalam rangka memperbaiki iklim investasi dan iklim usaha.
"Penyederhanaan berbagai prosedur investasi dan perizinan juga terus dilakukan melalui deregulasi berbagai peraturan untuk meningkatkan kemudahan berusaha (ease of doing business)," kata Sri.