Paket kebijakan ekonomi 13 yang baru dirilis pemerintah menambah kembali rentetan stimulus yang selama ini diharapkan dapat mengangkat sektor properti dan perumahan. Agaknya pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada sektor properti dan perumahan sebagai salah satu lokomotif yang dapat menggerakan ratusan industri turunannya.
Pemangkasan perijinan sebesar 70 persem dari 33 perijinan menjadi hanya 11 perijinan termasuk penyederhanan dokumen perijinan diharapkan dapat memberikan kepastian bagi para pelaku bisnis perumahan di Indonesia khususnya perumahan sederhana. Namun yang paling penting sepertinya terletak juga dari adanya kepastian waktu pengurusan perijinan sehingga pengembang mempunyai perencanaan yang lebih baik dan waktu yang lebih efisien.
"Karena selama ini banyak pengembang perumahan sederhana yang bahkan sudah 1 tahun ijinnya belum keluarnya sehingga tidak ada kepastian dapat mulai menjual rumahnya. Dengan kebijakan ini diharapkan pengembang dapat mendapat kepastian dari waktu sehingga lebih efisien," kata Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch dalam keterangan tertulis, Kamis (25/8/2016).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengharapkan dengan adanya kebijakan ini, harga rumah dapat turun. Ali sendiri menyangsikan bila harga rumah akan turun, alasannya meskipun biaya pengurusan perijinan dari hitung-hitungan Indonesia Property Watch bisa turun sampai 30 persen-an , namun pengembang pastinya enggan menurunkan harga rumah. Salah satu instrumen yang dapat dijadikan untuk ‘menekan’ harga rumah adalah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang selama ini menetapkan harga rumah sederhana dengan kenaikan 5 persen per tahun. "Dengan adanya penetapan harga rumah baru dengan PMK maka mau tidak mau pengembang akan ikut peraturan tersebut. Tanpa itu maka harga akan mengikuti batas maksimal yang telah ada saat ini," ujar Ali.
IPW mengharapkan pemerintah dapat langsung mensosialisasikan kebijakan ini langsung ke pemda-pemda yang ada. Karena sebelum ini dapat efektif berjalan, maka pemda harus menyiapkan perda terkait hal tersebut. Selain itu juga IPW mengingatkan bahwa meskipun kebijakan ini akan sangat besar dampaknya bagi industri perumahan nasional, namun ketersediaan dan keterbatasan lahan untuk dapat dibangun rumah sederhana masih menjadi kendala dalam jangka menengah sampai panjang. Pasar perumahan menengah bawah dikhawatirkan tidak akan sustain tanpa ada kepastian jaminan lahan yang akan dikembangkan untuk perumahan sederhana. Alasannya sederhana, karena harga tanah semakin naik dan saat ini pemerintah belum ada instrumen pengendali harga tanah.
Sejak tahun 2009, Indonesia Property Watch mengusulkan agar pemerintah segera membentuk bank tanah sehingga masalah pasokan lahan dapat dipecahkan untuk dibangun rumah sederhana. “ Tanpa adanya instrumen pengendali harga tanah seperti bank tanah, meskipun dana dan insentif melimpah, namun pengembang tidak bisa membangun lagi karena tanah yang tadinya bisa dikembangkan rumah menengah bawah semakin terbatas karena harganya sudah semakin tinggi dan semakin tidak layak untuk dibangun rumah sederhana”, tegas Ali.
IPW mengharapkan konsep bank tanah harus segera dibentuk pemerintah, agar paket kebijakan di sektor perumahan semakin solid untuk jangka menengah sampai jangka panjang yang akan menjamin sustainabilitas perumahan rakyat.