Pemerintah Indonesia melihat era digital membawa dampak dan perubahan besar dalam perdagangan dunia di masa yang akan datang. Pada 2015, nilai ekonomi digital adalah 3,5 triliun Dolar Amerika Serikat (AS) atau 4 persen Gross Domestic Bruto atau Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Jumlah meningkat dua kali lipat dibanding pada 2008 yang baru mencapai 2 persen GDP Dunia.
Pertumbuhan untuk lima tahun ke depan diperkirakan sebesar 11 persen per tahun. "Perdagangan digital merupakan bagian dari revolusi digital yang akan membawa dampak yang sangat luas bagi seluruh dunia," tegas Direktur Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan Deny Kurnia usai sidang Committee on Trade and Investment (CTI) dalam keterangan tertulis, Jumat (26/8/2016).
Perdagangan digital menjadi topik hangat pada CTI dan rangkaian pertemuan Senior Officials’ Meeting (SOM) ke-3 Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Lima, Peru yang berlangsung pada 15-28 Agustus 2016.
Deny mengatakan, pada akhir 2015, sebanyak 1,8 miliar jiwa penduduk APEC telah bertransaksi online. Jumlah itu sebanding 65 persen penduduk APEC yang berjumlah 2,85 miliar jiwa. Jasa online yang mempunyai pasar sebesar 1,6 triliun Dolar AS. Jumlah ini diperkirakan akan tumbuh 13 persen per tahun sampai 2020. Sebanyak dua pertiga nilai tersebut berasal dari e-retail dan e-travel. Menurutnya, dalam era perdagangan digital para mitra dagang Indonesia akan makin menuntut pemberlakuan prinsip keterbukaan dan non-discrimination dalam lalu lintas data secara global.
Para pembuat kebijakan dituntut untuk sepenuhnya memfasilitasi transaksi perdagangan digital dengan memberikan kerangka regulasi yang paling kondusif agar tidak menghambat laju pertumbuhannya, termasuk tidak menyebabkan terjadinya "Balkanisasi” atau pengkotakan data. Catatan lembaga think tank APEC Policy Support Unit (PSU) menunjukkan terdapat 5 (lima) aspek ekonomi digital, yaitu content rights, online services, enabling technology and services, connectivity, dan user interface.
Yang menarik, menurut Deny, dalam sidang CTI, Indonesia dipandang sebagai salah satu kawasan yang sangat penting dalam peta ekonomi digital dunia. Indonesia dijuluki “ibukota Twitter” karena memiliki pengguna Twitter paling aktif di dunia. Indonesia menjadi salah satu pasar besar industri internet yang diakui dunia. Hadir juga dalam salah satu rangkaian sidang antara lain perwakilan perusahaan Google, Walmart, dan PayPal.
“Penggunaan aplikasi seperti Gojek, Doku, dan Blanja menjadi populer di Indonesia. Ini membuka peluang-peluang baru yang tidak terpikirkan sebelumnya dan menjembatani kepentingan berbagai pihak yang mencakup produsen, konsumen dan pasar. Jelas itu menunjukkan pentingnya pasar Indonesia di era perdagangan digital,” ujar Deny.
Karena itu, Deny berpandangan, perlunya aksi untuk mendorong pengembangan industri digital nasional termasuk aplikasi lokal dan sejenisnya. Pengembangan kerangka kebijakan yang terpadu dan mumpuni serta program pendidikan dan pelatihan yang terbaik untuk mencetak generasi yang cerdas memanfaatkan peluang bisnis era digital juga dibutuhkan. Diharapkan, Indonesia mampu selangkah lebih maju dari negara lain.
Pembahasan alot dalam sidang CTI terjadi guna menyamakan pandangan atas berbagai isu kerja sama yang tidak hanya menyangkut isu perdagangan digital. CTI juga membahas isu-isu lain agar siap untuk mendapatkan persetujuan Menteri dan Pemimpin Ekonomi APEC menjelang KTT APEC Economic Leaders' Meeting (AELM) di Lima, Peru pada 19-20 November 2016. Topik-topik penting lain yang dibahas termasuk Free Trade Area of the Asia Pacific (FTAAP), Enviromental Goods and Services (EGS), sektor jasa yang kompetitif. Juga dibahas Global Value Chain (GVC), internasionalisasi UMKM, harmonisasi regulasi, food markets.