Peneliti Pusat Kajian Ekonomi dan Politik Universitas Bung Karno, Salamuddin Daeng, menyatakan bahwa defisit anggaran APBN dipastikan akan melampaui batas yang ditetapkan UU keuangan negara mengenai batas defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Pasal 12 ayat (3), dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN. "Di dalam penjelasan pasal tersebut di sebutkan bahwa defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3 persen dari PDB," kata Salamuddin dalam keterangan tertulis, Rabu (24/8/2016).
Sebelumnya Menteri Keuangan baru, Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan pemerintah akan memangkas belanja negara Rp133,8 triliun atau setara dengan 10,20 miliar Dolar Amerika Serikat (AS). Kebijakan pemangkasan ini adalah untuk memastikan defisit anggaran tidak melanggar batas hukum 3 persen dari PDB.
Namun Presiden Joko Widodo tetap berambisi untuk mengejar pajak yang mengalami kekurangan cukup besar pada tahun ini. "Mungkin Presiden Jokowi yakin bahwa masih bisa utang besar," iujar Salamudin.
Sebelumnya dalam APBN perubahan 2016 pemerintah telah memangkas target APBN 2016 yang dirancang pada 2015 lalu. Pada APBN 2016 pendapatan negara ditargetkan Rp1.822 triliun, direvisi menjadi Rp1.786 triliun atau telah dikurangi Rp36 triliun. Sementara target pengeluaran dalam APBNP 2016 Rp2.082 triliun.
Dengan memperhatikan perkembangan ekonomi dewasa ini, ditambah beratnya peluang proyek tax amnesty yang ditargetkan menambah penerimaan sebesar Rp265 triliun, maka dipastikan defisit anggaran mencapai Rp500 triliun atau sekitar 4,3 persem PDB. "Dengan demikian maka otomatis Jokowi melanggar UU keuangan negara dan bisa digulingkan oleh DPR," tutup Salamuddin.