Sebanyak 300 siswa mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) operator mesin industri garmen di Balai Diklat Industri (BDI) Jakarta. Program yang diinisiasi oleh Kementerian Perindustrian ini menerapkan sistem three in one (3 in 1), yakni pelatihan, sertifikasi dan penempatan.
”Saya mengapresiasi program diklat berbasis 3 in 1 ini karena merupakan salah satu pendidikan vokasi berbasis kompetensi untuk menyiapkan tenaga kerja ahli di sektor industri,” tegas Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika membuka secara resmi Diklat Operator Mesin Industri Garmen dengan sistem 3 in 1 di BDI Jakarta, Senin (22/8/2016).
Pada kesempatan tersebut, Menperin didampingi Sekjen Kemenperin Syarif Hidayat, Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Haris Munandar, serta Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Mujiyono. Turut hadir Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Rahma Iryanti, serta Deputi IV Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin.
Dalam laporannya, Sekjen menyampaikan, kegiatan ini dilaksanakan selama 21 hari, mulai tanggal 22 Agustus – 11 September 2016 dengan diikuti sebanyak tiga angkatan secara paralel, yakni angkatan 35, 36 dan 37 yang berasal dari berbagai Kabupaten/Kota di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Lampung.
“Kurikulum pelatihan meliputi pengenalan mesin jahit high speed, pengoperasian mesin garmen, membuat pola dasar, pengetahuan quality control dan K3, pelatihan menjahit, kewirausahaan, motivasi, dan kepemimpinan,” papar Syarif.
Sementara itu, menurut Airlangga, pelaksanaan diklat ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan tenaga kerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri yang terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan kinerja sektor padat karya tersebut. “Lulusan nantinya tidak saja pada tingkat operator, tetapi juga diharapkan untuk tingkat ahli yang setara dengan pendidikan Diploma 1 sampai Diploma 4,” ujarnya.
Hal ini tercermin dari data permintaan tenaga kerja tingkat ahli dari lulusan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT) Bandung yang dimiliki Kemenperin. Setiap tahun, permintaan dari industri mencapai 500 orang, sementara STTT Bandung hanya mampu meluluskan 300 orang per tahun.
Oleh karena itu, lanjut Menperin, pihaknya telah menyelenggarakan program pendidikan Diploma 1 dan Diploma 2 bidang tekstil di Surabaya dan Semarang sejak tahun 2012. Kegiatan ini menggandeng STTT Bandung, PT. APAC Inti Corpora, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) serta perusahaan tekstil di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pada tahun 2015, Pusdiklat Industri Kemenperin bekerjasama dengan API dan pemerintah daerah kota Solo membuka Akademi Komunitas Industri TPT untuk program Diploma 2 di Solo Techno Park yang seluruh lulusannya telah ditempatkan di perusahaan. “Langkah-langkah ini sebagai upaya strategis kami untuk memenuhi permintaan atas tenaga kerja tingkat ahli di sektor industri TPT,” tutur Airlangga.
Menperin juga menyatakan, pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi ini sangat diperlukan untuk penyiapan tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing terutama dalam pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang telah berjalan.