Isu kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu, membuat gerah Sekjen DPP PKB Abdul Kadir Karding. Ia meminta Pemerintah segera memberikan klarifikasi, karena akibat informasi kenaikan yang tidak jelas itu, para petani tembakau resah.
Abdul Kadir merupakan anggota DPR RI dari Dapil VI Jawa Tengah. Konstituennya mayoritas berprofesi sebagai petani tembakau.
“Isu kenaikan harga rokok, menyebabkan petani tembakau resah, para petani sampai menduga isu ini adalah skenario untuk membuka kran impor tembakau yang lebih murah,” kata Abdul Kadir di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (22/08/2016).
Kadir sendiri yakin, informasi terkait kenaikan harga rokok Rp50 ribu tidak sahih, karena untuk menaikan harga, pemerintah punya mekanisme yang harus ditempuh. Harga rokok, berhubungan erat dengan cukai rokok, sesuai UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai,
“Setiap rencana kenaikan, harus didiskuiskan dengan industri,” ujar Kadir.
Namun demikian, bila pemerintah membiarkan isu harga rokok berlarut-larut, menurut Kadir, dapat mengganggu perekonomian. Berdasarkan catatannya, pada 2015 saja, sumbangan sektor pertembakauan dari cukai mencapai Rp 139,1 Triliun.
“Itu baru dari cukai, kalau plus pajak, setiap tahunnya bisa mencapai Rp170 Triliun,” tutur Kadir.
Kadir menghitung orang yang bekerja dalam rangkaian produksi tembakau, industri kretek, cengkeh, dan perdagangannya bisa menyerap sekitar 30 hingga 35 juta tenaga kerja. Belum termasuk usaha lain yang bergerak karena tembakau, seperti advertising, jasa transportasi barang, pedagang kaki lima dan sektor informal yang menopang ekonomi Indonesia saat krisis.
Sebagai salah satu sumber pendapatan nasional yang strategis, siginifikan bagi penerimaan negara dan menopang ekonomi rakyat, menurut Kadir, pemerintah sebaiknya tidak main-main atau mendiamkan saja isu kenaikan harga rokok yang dia duga dilemparkan oleh pihak-pihak anti tembakau yang ditunggangi oleh pihak asing yang ingin merebut potensi ekonomi tembakau lokal atau kretek.
Kadir menegaskan, walau Indonesia tidak meratifikasi FCTC, dari sisi regulasi, pemerintah telah melakukan pengendalian untuk pengurangan dampak tembakau rokok yang dianggap buruk, melalui Undang-undang kesehatan, peraturan pemerintah, maupun peraturan daerah yang semuanya ditujukan untuk menjadikan tembakau lebih aman.