Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa secara nasional, jumlah usaha nonpertanian hasil pendaftaran usaha Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) mencapai 26,7 juta usaha, meningkat sebesar 17,6 persen jika dibandingkan jumlah usaha hasil Sensus Ekonomi 2006 yang tercatat sebanyak 22,7 juta usaha.
"Dari sebanyak 26,7 juta usaha hasil SE2016, tercatat sebanyak 7,8 juta usaha yang menempati bangunan khusus untuk tempat usaha," kata Kepala BPS Suryamin dalam keterangan resmi, Jumat (19/8/2016).
Dengan demikian, sebanyak 18,9 juta usaha tidak menempati bangunan khusus usaha, seperti pedagang keliling, usaha di dalam rumah tempat tinggal, usaha kaki lima, dan lain sebagainya.
Dilihat berdasarkan pulau, pulau Jawa merupakan pulau dengan jumlah usaha terbanyak yaitu 16,2 juta. "Namun dilihat dari pertumbuhannya, pulau Jawa memiliki pertumbuhan usaha terendah yaitu 11,9 persen, sementara Maluku dan Papua merupakan pulau dengan pertumbuhan usaha tertinggi yaitu 51,7 persen," ujar Suryamin.
Suryamin menegaskan bahwa di era pasar bebas, terutama penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), kekuatan dunia usaha memang harus dipetakan. Dari hasil Sensus Ekonomi 2016 yang sedang dilakukan, Suryamin mengakui tantangan yang dihadapi Indonesia di era persaingan bebas masih berat. "Ini karena lebih dari 70 persen usaha tidak menempati bangunan yang khusus diperuntukkan bagi kegiatan usahanya. Untuk itu, produktivitas dan daya saing usaha perlu ditingkatkan," tutup Suryamin.
Kebijakan Sensus Ekonomi 2016 adalah perintah dari UU No 19 Tahun 1997 Tentang Statistik. Dalam UU tersebut, Sensus Ekonomi wajib diselenggarakan 10 tahun sekali. Sensus Ekonomi digelar pada tahun yang angka terakhirnya adalah 6. Dalam Sensus Ekonomi, dilakukaan pendataan lengkap kepada semua unit usaha (kecuali pertanian), yang masih berada dalam wilayah Indonesia. Seluruh informasi yang dihimpun guna mengetahui gambaran struktur ekonomi Indonesia baik menurut wilayah, lapangan usaha, dan skala usaha.