4. Kalau sertifikat nggak dikeluarkan
Ini yang bikin runyam masalah. Mungkin saja si developer menggunakan sertifikat itu untuk mencari kredit ke bank lain. Jadi, sertifikat atas rumah yang sudah kita lunasi itu dijadikan jaminan kredit oleh si pengembang nakal. Kalau masalahnya begini, ya sudah. Tempuh jalur pengadilan perdata.
5. Di pengadilan perdata
Untuk membawa masalah ini ke pengadilan, kita harus menyiapkan bukti-bukti dulu. Juga pengacara.
Bukti itu antara lain tanda pembayaran KPR sampai lunas. Bukti-bukti akan dipakai hakim untuk memerintahkan bank mengeluarkan sertifikat lewat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Ingat, cara di atas bersifat umum. Mungkin saja kasus yang dialami tiap orang di lapangan berbeda-beda. Yang jelas, kita jangan pernah lupa menyimpan dokumen-dokumen terkait KPR.
Bahkan termasuk brosur rumah dan foto agen dari developer. Ini gunanya untuk berjaga-jaga jika si developer nakal. Lewat dokumen-dokumen tersebut, kita bisa mengurus segala hal yang menjadi hak kita. Termasuk mengurus SHM.
SHM adalah nyawa suatu rumah, juga properti lainnya. Tanpa SHM, rumah kita bisa direbut orang secara paksa. Apalagi jika ternyata orang itu membawa SHM atas properti kita. Karena itulah, kita harus berhati-hati memilih developer.
Ketahui bibit-bebet-bobotnya dulu sebelum tanda tangan perjanjian transaksi rumah. Jangan sampai tergiur iklan manis mereka soal cicilan ringanlah, dekat dengan ini-itulah, dan lain-lain. Membeli rumah berbeda dengan membeli sayur di pasar. Kalau beli sayur, ternyata busuk, bisa langsung ditukar. Kalau beli rumah bermasalah, siap-siap kena risiko ngurus ini-itu sampai selesai.
Baca juga artikel DuitPintar lainnya: