Suara.com - Ketua Umum Asosiasi Manajer Koperasi Indonesia (AMKI) Sularto mengatakan bahwa untuk pembangunan koperasi pedesaan, sebetulnya Indonesia memiliki beberapa otoritas Kementrian yang terkait. Sebut saja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi, kemudian Kementrian Pertanian, Kementrian Keluatan dan Perikanan, dan terakhir Kementrian Koperasi.
"Paling tidak ada empat kementrian utama dalam membangun koperasi pedesaan menjadi koperasi yang kontributif terhadap perekonomian," kata Sularto saat dihubungi Suara.com, Senin (15/8/2016).
Mirisnya, menurut Sularto, saat ini jumlah koperasi yang ada di Indonesia sebesar 212.135 koperasi. Sayangnya, dari jumlah sebesar itu, koperasi di Indonesia hanya memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB sebesar 1,7 persen).
"Koordinasi lintas sektoral memang menjadi peristiwa langka di tengah ego sektoral yang saat ini menjadi ise paling menarik. Isu menariknya adalah bahwa masing-masing Kementrian merasa harus dirinyalah yang berprestasi. Masing-masing kementrian harus otoritatif terhadap suatu kebijakan tertentu. Inilah mengapa seringkali satu program bertubrukan dan bahkan tidak sedikit saling mematikan," ujar Sularto.
Contoh nyata program yang kurang bersinergi adalah usaha desa. Konon usaha desa hendaknya berbentuk Perseroan (PT). Ia mempertanyakan mengapa setiap desa harus memiliki usaha kecil-kecil yang terbatas area marketnya. Padahal belajar dari konsep KUD yang bahkan pada area kecamatan saja dalam perjalanan waktu KUD sebagian besar tumbang. Dana desa digelontorkan dan setiap desa harus membangun usaha desa yang layak. "Terlihat sekali bahwa kementrian yang mengusulkan dan memutuskan program ini tidak pernah berkoordinasi dengan kementrian lain," jelas Sularto.
Pusat-pusat ekonomi pedesaan yang bermaterikan pertanian, perikanan, perkebunan dan kehutanan harus disinergikan antar sektor. Di mana area produksi dan di mana area market harus dipetakan secara benar. Desa sebagai komunitas produksi sekaligus komunitas konsumsi menjadi perhatian penting. Setiap kewilayahan memiliki potensinya masing-masing.
Pekerjaan rumah terberat pertama adalah mengkonsolidasikan produksi seperti menjaga rutinitas produksi, menjaga kulitas produk, dan menjamin standar mutu dan layanan. Pekerjaan rumah kedua adalah, membangun pasar tidak saja domestik tetapi juga pasar internasional bagi produk pedesaan. "Jika ini terjadi maka harga produk akan terjaga dan anggota koperasi atau masyarakat akan setia berproduksi," tutup Sularto.