Pemerintah rasanya sudah menyadari betul bahwa sektor properti sebagai salah satu motor perekonomian harus mendapat tempat dalam berbagai kebijakan yang dikeluarkan, menyusul banyaknya aturan dan kebijakan yang terkait properti yang telah dikeluarkan pemerintah, baik dari aspek pengurangan perpajakan, pelonggaran aturan Loan to Value (LTV), sampai mekanisme investasi hasil repatriasi yang dengan jelas menyebut sektor properti sebagai salah satu alternatif tujuan dana repatriasi.
Sejak aturan kebijakan DIRE dengan single tax, disusul dengan aturan LTV menjadi 85 persen, pembukaan larangan rumah inden untuk KPR kedua, maka belum lama ini aturan PP No. 34 tahun 2016 mengenai pengurangan PPh Penjual untuk properti selain rusun sederhana dan rumah sederhana menjadi 2,5 persen dari 5 persen dipercaya akan memberikan stimulus bagi para pelaku pasar properti untuk kembali bergairah.
"Ternyata tidak hanya itu, program tax amnesty yang gencar dilakukan pemerintah juga menyentuh sektor properti. Dalam PMK No. 122 tahun 2016 dengan jelas disebutkan bahwa dana repatriasi yang masuk ke bank penampung dapat digunakan untuk pembelian properti berupa tanah dan atau bangunan. Dengan aturan dana yang mengendap selama minimal 3 tahun, maka bila properti tersebut dijual, hasil penjualan harus kembali ke bank penampung dengan selisih keuntungan dapat diambil," kata Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch (IPW) Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis, Kamis (11/8/2016).
Hal ini tentunya memberikan potensi yang luar biasa pada sektor properti bentuk tanah dan atau bangunan selain aliran dana ke sektor properti lain seperti saham properti yang juga diperkirakan akan bertumbuh lebih tinggi dari IHSG. Belum lagi aturan pengurangan pajak DIRE menjadi total 1,5 persen yang akan memberikan minat luar biasa dibandingkan investasi DIRE di Singapura dengan pajak 3%. Potensi pengurangan PPh pun akan sangat berdampak bagi minat investor untuk dapat masuk melalui penyertaan modal ke perusahaan pengembang. Struktur permodalan pengembang akan semakin solid. Dengan pasar properti nasional yang masih kompetitif, artinya sektor properti akan menjadi salah satu primadona dalam alternatif aliran dana repatriasi.
DAMPAK NEGATIF
IPW sangat mengapreasi langkah pemerintah dalam melakukan stimulus di bidang properti. Namun IPW mengingatkan beberapa hal terkait derasnya arus dana yang akan masuk ke sektor properti. Diperkirakan dana yang akan masuk ke sektor properti dapat mencapai 60 persen dari dana repatriasi yang masuk ke Indonesia. Nilai ini bisa menjadi sebuah potensi namun juga bisa membahayakan sektor lainnya.
Salah satu target utama pemerintah dalam hal ini agar investor masuk ke bidang infrastruktur harus diperhatikan benar. Karena dengan dibukanya sektor properti cukup luas, maka minat investor dapat berbelok sedikit ke sektor properti. Target pemerintah bisa gagal di sektor lainnya, meskipun dengan bergeraknya pasar properti diperkirakan akan mendorong ratusan industri terkait.
Selain itu derasnya dana ke sektor properti diperkirakan hanya dinikmati oleh properti-properti segmen atas karena secara nilai investasi lebih menguntungkan dan lebih mungkin untuk bertumbuh lebih tinggi dibandingkan segmen menengah bawah. Hal ini tentunya akan berdampak secara nasional terhadap kenaikan harga properti secara umum yang ujung-ujungnya harga tanah semakin tinggi, dimana saat ini pemerintah belum mempunyai instrumen pengendali harga tanah seperti bank tanah. Akibatnya tanah-tanah menjadi mahal dan akan semakin sulit untuk membangun rumah sederhana dalam rangka pencapaian program sejuta rumah.
"Karenanya Indonesia Property Watch menghimbau agar pemerintah cepat mempersiapkan langkah antisipatif untuk meredam dampak negatif dari program tax amnesty di sektor properti ini," tutup Ali.