Lukman Otunuga, Research Analyst Forextime menyatakan bahwa sentimen positif terhadap ekonomi Indonesia semakin meningkat pada perdagangan hari Rabu (10/8/2016) karena data penjualan ritel bulan Juni meningkat signifikan sebesar 15.9 persen dan menjadi sinyal kestabilan ekonomi dalam periode ketidakpastian global ini. Data domestik dari ekonomi terbesar Asia Tenggara ini terus melampaui ekspektasi.
"Indeks Harga Saham Gabungan mencatat peningkatan dalam situasi trading risk on yang mengundang selera risiko investor. Indonesia menjadi tujuan investasi yang semakin menarik setelah reshuffle kabinet dan penerapan UU Pengampunan Pajak yang diharapkan akan mendongkrak arus masuk kas dan memperkuat PDB. Investasi asing ke Indonesia pasca-Brexit sudah mencapai 1.9 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) dan prospek negara ini secara umum cukup menjanjikan karena data terus menunjukkan stabilitas ekonomi," kata Lukman dalam keterangan resmi, Kamis (11/8/2016).
Disisi lain, maata uang Amerika Serikat melemah karena data produktivitas AS kurang menggembirakan sehingga menimbulkan ketidakpastian tentang kemungkinan peningkatan suku bunga AS di tahun 2016. Produktivitas AS telah melemah selama tiga kuartal berturut-turun sehingga meningkatkan kekhawatiran tentang perlambatan PDB kuartal 3 dan menjadi hambatan tersendiri bagi Fed untuk mengeluarkan kebijakan. Walaupun data ketenagakerjaan non pertanian (NFP) bulan Juli yang cukup fantastis sebesar 255k sempat mendukung ekspektasi peningkatan suku bunga September ini, investor kembali ke posisi semula.
"Salah satu buktinya adalah CME FedWatch menampilkan peluang 40,6 persen bahwa suku bunga akan ditingkatkan di bulan Desember. Terlepas dari data produktivitas yang kurang baik Selasa kemarin, sentimen secara keseluruhan tetap cukup bullish untuk USD dan prospek ekonomi AS yang cukup baik dapat menjadi dasar bagi investor bullish untuk mengantarkan Indeks Dolar ke posisi yang lebih tinggi," ujar Lukman.
Pasar saham menampilkan kelelahan pada perdagangan hari Rabu (10/8/2016) karena melemahnya harga minyak dan kekhawatiran tentang ekonomi global mengganggu selera risiko investor. Saham Asia yang sebelumnya sempat mendekati level tertinggi tahun ini mulai melemah setelah Nikkei merosot karena Yen menguat disebabkan oleh penghindaran risiko.
Walaupun saham Eropa meningkat di hari Selasa karena data pendapatan yang positif, efek domino dari sentimen bearish Asia dapat merambat ke Eropa karena investor menghindari aset berisiko. Wall Street masih terus menguat tapi keberlanjutan reli pasar saham ini patut dipertanyakan. Kekhawatiran terhadap ekonomi global masih terlihat jelas dan penurunan harga minyak menekan optimisme pasar. "Berbagai faktor yang dapat memicu pasar bearish sudah terlihat dan menanti terhentinya koreksi pasar saat ini sebelum memulai aksi jual besar-besaran," tutup Lukman.