Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memacu pengembangan industri pupuk dalam negeri guna mewujudkan ketahanan pangan nasional. Ini selaras dengan program Nawacita Pemerintah dalam upaya menciptakan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor industri strategis domestik.
“Pupuk merupakan salah satu produk penting bagi sektor pertanian yang mampu menyumbang 20 persen terhadap keberhasilan peningkatan produksi pertanian dan berkontribusi 15-30 persen dalam struktur biaya usaha pertanian padi,” kata Airlangga usai meninjau pembangunan Fasilitas Produksi Amoniak dan Urea (Amorea) II PT Petrokimia Gresik di Gresik, Jawa Timur, Kamis (4/8/2016).
Dalam rangka pengembangan industri pupuk nasional, Airlangga menegaskan, telah ditetapkan kebijakan yang mendukung, antara lain revitalisasi industri pupuk, pengembangan program gasifikasi batubara untuk mengganti bahan baku gas bumi dengan batubara; dan pengembangan pabrik pupuk di lokasi sumber gas bumi.
Langkah-langkah revitalisasi ini, menurutnya, sudah sangat mendesak untuk dilakukan, mengingat persaingan bisnis pupuk internasional, terutama produk urea. Sejauh ini, kapasitas produksi urea nasional sebesar 8 juta ton per tahundengan kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu sebesar 9 juta ton per tahun. “Pemerintah tengah mengkaji penurunan harga gas industri. Gas memiliki kekhususan mekanisme harga yang dilakukan dengan kontrak dan tidak selalu merefleksikan harga pasar,” ujar Menperin seraya mengatakan Indonesia adalah pemain terbesar untuk pabrik pupuk di Asia.
Kajian tersebut, jelasnya, untuk memastikan industri apa saja yang memerlukan harga gas kompetitif dengan menyesuaikan harga gas di negara lain. Pada paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah, industri merupakan sektor prioritas pengguna gas baik sebagai bahan bakar maupun produksi. Pada industri pupuk, kestabilan harga bahan baku gas ikut mempengaruhi kestabilan harga dan kelancaran distribusi pupuk yang harus dijaga.
Fasilitas produksi Amorea II di Gresik merupakan salah satu proyek PT Pupuk Indonesia (Persero) sebagai induk perusahaan dari PT Petrokimia Gresik. Berdasarkan Inpres No 2/2010 mengenai revitalisasi industri pupuk, PT Pupuk Indonesia melakukan revitalisasi dalam dua tahap untuk lima pabrik pupuk di Indonesia.
“Pada tahap pertama, Pupuk Indonesia akan membangun pabrik Kaltim 5, Pusri 2B, Amorea II, dan Kujang 1C. Sedangkan untuk tahap kedua, akan dibangun pabrik Pusri 3B,” kata Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat dalam kesempatan yang sama.
Pabrik-pabrik yang ditargetkan rampung pada tahun 2017 tersebut akan menggantikan pabrik lama (revitalisasi) yang usianya sudah di atas 20 tahun dengan konsumsi gas di atas 30 mmbtu/ton pupuk. Sebagai perbandingan, negara-negara lain penghasil pupuk rata-rata mengkonsumi gas hanya hanya 26 mmbtu per ton pupuk. Substitusi dari gas bumi menjadi batubara sebagai sumber bahan bakar pabrik juga diterapkan di pabrik-pabrik baru tersebut.
Proyek yang menelan dana sebesar 661 juta Dolar Amerika Serikat (AS) ini memiliki kapasitas produksi untuk amoniak sebanyak 660 ribu ton per tahun dan untuk urea sebanyak 570 ribu ton per tahun. Bahan baku utamanya menggunakan gas 85 MMSCFD dengan teknologi untuk amoniak dari Kellog Brown and Root (AS) dan untuk urea dari Toyo Engineering Corp (Jepang).
Nugroho juga mengatakan, pembangunan pabrik Amorea II merupakan proyek strategis karena menjadi bagian dari program ketahanan pangan. Khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan pupuk nasional yang terus meningkat.“Saat ini, pabrik amoniak eksisting PG memiliki kapasitas produksi 445 ribu ton per tahun, sedangkan kebutuhan PG mencapai 850 ribu ton per tahun. Di sisi lain, kebutuhan pupuk urea di Jawa Timur saja mencapai 1 juta ton per tahun,” papar Nugroho.