Dampak pelonggaran kebijakan Loan to Value (LTV) dengan menurunkan besaran uang muka sampai 15 persen dari sebelumnya 20 persen masih dianggap belum memberikan dampak signifikan di pasar properti. Pasar perumahan yang masih mengalami tekanan dengan penurunan penjualan di Q2-2016 sebesar -13,3 persen masih menunjukkan pasar belum bergerak meskipun suku bunga acuan (BI Rate) sudah dipangkas sampai 6,5 persen.
"Indonesia Property Watch (IPW) masih berharap usulannya mengenai uang muka atau down payment (DP) 0 persen untuk pembelian rumah segera direalisasikan oleh Bank Indonesia (BI)," kata Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda dalam keterangan resmi, Rabu (Kamis (4/8/2016).
Dalam proses pembelian rumah khususnya end user untuk rumah pertama, sebagian besar terkendala besarnya uang muka, kemudian baru faktor besaran cicilan. Sebagai ilustrasi bila seorang konsumen ingin membeli rumah seharga Rp 200 juta, maka dia harus menyiapkan uang muka sebesar Rp 30 – 40 jutaan. Dengan asumsi berpenghasilan Rp 7,5 juta per bulan saja dengan kebutuhan per bulan 5 jutaan, maka dia masih harus menabung Rp 2,5 juta per bulan selama 12 – 16 bulan untuk dapat menyiapkan uang muka. Namun beban akan semakin berat ketika harus ditambah kebutuhan cicilan untuk motor, mobil, dan kartu kredit.
"Artinya tanpa ada uang muka, konsumen tidak dapat segera membeli rumah. Ironisnya ketika uang muka telah terkumpul selama 12 bulan, maka harga rumah sudah naik lagi dan dia harus terus menabung," ujar Ali.
Karenanya Indonesia Property Watch mengingatkan kembali perlunya Bank Indonesia melakukan kebijakan yang drastis dengan menurunkan besaran uang muka sampai 0 persen. Bila aturan perbankan tidak memungkinkan sebesar 0 persen, maka Indonesia Property Watch meminta jawaban berapa besaran uang muka yang serendah-rendahnya. “Bisa 1 persen, 2 persen, atau 5 persen silakan dibahas, namun untuk 15 persen masih terlihat seakan-akan Bank Indonesia memberikan pelonggaran setengah hati," jelas Ali.
Bahkan ironisnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) malah mewacanakan DP 0 persen untuk kendaraan bermotor. "Ini sungguh mind set yang keliru dari otoritas keuangan,” kritik Ali. Bukan tanpa alasan, bahwa karakteristik kredit konsumen dengan jaminan kendaraan bermotor tentunya berbeda dengan perumahan yang jelas-jelas lebih aman. Dengan wacana DP 0 persen untuk kendaraan bermotor malah membuat banyak masyarakat yang bersifat konsumtif membeli motor, akhirnya kemacetan makin bertambah.
Saat ini memang untuk rumah pertama FLPP dengan subsidi pemerintah telah diberlakukan uang muka 1 persen namun masih belum berjalan sepenuhnya. Oleh sebab itu, IPW berharap kebijakan pelonggaran uang muka ini dapat menyasar untuk segmen menengah. "Karena ternyata segmen menengah yang mempunyai cukup daya beli pun masih kesulitan untuk membeli rumah," tutup Ali.