Suara.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiatuti bersama Satgas 115 melakukan inspeksi mendadak ke Pelabuhan Benoa, Bali, untuk memperdalam modus operandi kejahatan perikanan di Benoa, pada Selasa (2/8/2016).
Dalam sidak tersebut, Susi menemukan sejumlah kapal eks asing diketahui telah memanipulasi struktur badan kapal dari serat kaca (fiber) menjadi kayu sehingga berwujud seperti kapal lokal.
"Sidak ini dilakukan atas beberapa hasil kajian yang sudah diselidiki dan diinvestigasi awal dan kita akan terus tindaklanjuti. Artinya ada 56 kapal telah keluar dari Benoa," kata Susi dalam keterangan tertulis, Rabu (3/8/2016).
Dia mengungkapkan sebanyak 56 kapal eks asing ditemukan beroperasi dengan wujud kapal lokal selama Desember 2015 sampai Juli 2016. Di Pelabuhan Benoa, berdasarkan investigasi Satgas 115 ternyata banyak ditemukan kapal eks asing yang seharusnya pulang ke negaranya untuk melakukan deregistrasi, namun malah memodifikasi kapal dan kembali ke laut seolah-olah menjadi kapal Indonesia.
Susi menjelaskan sebelum moratorium tercatat sekitar seribu kapal yang beroperasi dari Pelabuhan Umum Benoa, termasuk sebagian di antaranya merupakan kapal eks asing. Dari hasil analisis dan evaluasi kapal perikanan yang pembangunannya dilakukan di luar negeri (anev kapal eks asing) pertanggal 3 November 2014, terdapat 152 kapal eks asing yang dimiliki 62 pemilik kapal, yang beroperasi di pelabuhan tersebut.
Selama moratorium, kapal-kapal tersebut dilarang melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan, sehingga harus tetap berada di pelabuhan. Namun ternyata, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Satker PSDKP Benoa pada Desember 2015, dari 152 kapal eks asing, yang masih berada di Benoa, hanya tinggal 119 kapal. Akibat lemahnya pengawasan, selama satu tahun moratorium, terdapat 33 kapal telah keluar dari Pelabuhan Benoa.
Menindaklanjuti informasi yang diperoleh tim Satgas 115 pada Mei dan Juni 2016, maka dilakukan inspeksi untuk melakukan pengecekan (pemeriksaan) data dan informasi dari PSDKP Benoa. Hasilnya, kapal eks asing yang masih di Benoa hanya tinggal 63 kapal. Artinya, sejak Desember 2015 sampai dengan Juli 2016 terdapat 56 kapal telah keluar dari Benoa.
Selain berkurangnya jumlah kapal eks asing, inspeksi yang dilakukan juga menemukan sejumlah praktik kecurangan, antara lain praktik pergantian nama dan kebangsaan kapal secara ilegal, praktik penyalahgunaan dokumen kapal, praktik pergantian nama dan bendera kapal serta penyalahgunaan izin daerah.
Praktik pergantian nama dan kebangsaan kapal secara ilegal seperti yang dilakukan KM. Putra Jaya 20, kapal eks asing milik PT. HC yang berganti nama menjadi JIN LIN CHIEN, dan mengibarkan bendera Taiwan sebagai bendera kapal.
"Inspeksi ini saya bertemu dengan ABK dan mereka juga memberikan informasi yang sama. Ada kapal berganti nama menjadi Jin Lien Chien mengibarkan bendera Taiwan sebagai bendera kapal. Dan setelah sampai Puket melakukan penangkapan ikan. Ini kapal eks asing lari dari RI," kata dia.
Selanjutnya, hasil penyelidikan yang dilakukan Satgas 115 menemukan sejumlah fakta terkait praktik penyalahgunaan dokumen kapal, dimana kapal fiber eks asing menggunakan dokumen kapal Indonesia untuk menangkap ikan. Semisalnya pada hari Selasa, 26 Juli 2016, terdapat sebuah kapal FIBER yang identik dengan bentuk kapal ikan eks asing Taiwan bernama Fransiska, keluar dari Pelabuhan Benoa.
Menurut penuturan petugas pengawas PSDKP Benoa, kapal ini telah beroperasi sebanyak tiga kali pelayaran sepanjang tahun 2016. Berdasarkan pemeriksaan identitas perizinan, diketahui bahwa kapal Fransiska, merupakan kapal kayu, yang memiliki bentuk yang berbeda dengan kapal Fiber yang beroperasi di Benoa.
"Kapal yang sebelumnya berbahan fiber, masuk ke dock dan kemudian dilapisi kayu. Sehingga dalam pendaftaran kapal baru, kapal tersebut terdaftar sebagai kapal kayu buatan galangan kapal dalam negeri," kata Susi.