Kebijakan Ekonomi Global Hadapi Tiga Tantangan

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 02 Agustus 2016 | 02:10 WIB
Kebijakan Ekonomi Global Hadapi Tiga Tantangan
Gubernur BI Agus Martowardojo dan Presiden FRBNY William Dudley, Senin (1/8/2016) di Nusa Dua, Bali. [Antara/Sigid Kurniawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ekonomi global saat ini menghadapi tiga tantangan besar. Demikian terungkap dalam seminar yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI) dan Federal Reserve Bank of New York (FRBNY) kemarin, Senin (1/8/2016) di Nusa Dua, Bali. Seminar yang mengambil tema “Managing Stability and Growth under Economic and Monetary Divergence” tersebut merupakan langkah perwujudan hubungan strategis antara BI dan FRBNY yang selama ini telah terjalin.

Tiga tantangan kebijakan perekonomian global disampaikan oleh Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, dalam pidato pembukanya. Tantangan pertama adalah bagaimana strategi mengejar target pertumbuhan usai krisis keuangan lobal. Kedua, bagaimana kebijakan moneter yang optimal dapat ditempuh dalam perekonomian yang terbuka. "Ketiga, bagaimana mencapai stabilitas keuangan di tengah keragaman (divergensi) kebijakan moneter dunia," kata Agus.  

Senada dengan pernyataan Gubernur BI, President of FRBNY, William C. Dudley, menyampaikan mengenai beragamnya kebijakan ekonomi dan moneter yang didominasi negara-negara ekonomi terbesar di dunia. Beragamnya kebijakan tersebut dapat menimbulkan risiko tersendiri, yang memberi tantangan bagi otoritas di negara-negara Timur maupun Barat. "Para pembuat kebijakan dipacu untuk menyusun kebijakan yang bertujuan mendukung pertumbuhan dan memitigasi risiko, sekaligus mempertahankan stabilitas moneter dan keuangan," kata Dudley.

Dudley menambahkan bahwa kebijakan moneter tidak bisa statis, namun harus mampu menyesuaikan dengan kondisi perekonomian. Terdapat dua langkah penting pengambilan kebijakan moneter. Langkah pertama adalah mempertimbangkan secara ekspansif ekosistem ekonomi global. "Untuk itu, pengambilan kebijakan moneter harus dilakukan secara cepat. Langkah kedua adalah dengan berkomunikasi secara jelas dan konsisten," ujar Dudley.

Penyelenggaran seminar oleh BI dan FRBNY ini merupakan bagian dari penyelenggaraan pertemuan eksekutif bank sentral Asia Timur dan Pasifik (Executives' Meeting of East Asia-Pacific Central Banks – EMEAP). Terdapat 11 jurisdiksi yang menjadi anggota EMEAP, yaitu Australia, Selandia Baru, Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, Hong Kong, Tiongkok, Korea dan Jepang.

Tahun ini, selain menjadi tuan rumah penyelenggaraan EMEAP, Bank Indonesia berinisiatif menyelenggarakan seminar bersama dengan FRBNY untuk memperkaya diskusi dan memberi nilai tambah bagi anggota EMEAP.

Dalam seminar, secara umum dibahas mengenai latar belakang pentingnya penyelenggaraan seminar, yaitu adanya babak baru dalam perkembangan ekonomi global yang ditandai dengan semakin beragamnya kondisi pemulihan ekonomi dan kebijakan yang diambil negara-negara di dunia. Selain itu, dibahas pula mengenai dampak Brexit terhadap perekonomian global dan regional.

Pada akhirnya, seminar ini diharapkan menjadi wadah bertukar pandangan antara ekonomi maju dan berkembang dalam menghadapi gejolak ekonomi dan keuangan setelah krisis global. Lebih lanjut, anggota EMEAP dapat mengambil pelajaran dari negara anggota lainnya untuk memperkuat kerja sama keuangan kedepan. Melalui seminar ini, ditekankan mengenai pentingnya penyusunan kebijakan bank sentral yang baik, serta perlunya upaya mengatasi kerentanan dan memperkuat fondasi sistem keuangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI