Menpar: Pilih Orang Tepat dalam Organisasi

Ririn Indriani Suara.Com
Jum'at, 22 Juli 2016 | 14:00 WIB
Menpar: Pilih Orang Tepat dalam Organisasi
Menteri Pariwisata, Arief Yahya (Puskompublik Kemenpar).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya mengeluarkan “CEO (Chief Executif Officer) Message” kelima, di lantai 16, Gedung Sapta Pesona, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (21/7/2016).  

Pesan-pesan khusus terkait dengan manajemen, filosofi, leadership (kepemimpinan), dan benchmark (contoh) tokoh-tokoh dunia yang inspiratif yang disampaikan setiap minggu sebelum rapat pimpinan (rapim) ini diikuti oleh para pejabat eselon I dan II.

Kali ini, mantan Dirut PT Telkom tersebut menyampaikan tema "First Who, Then What" (Tentukan orang dulu, setelah itu katakan keinginanmu).

Berikut, catatan lengkap CEO Message ke-5, menurut Menpar :

First Who, Then What (Pilih orang dulu, setelah itu katakan keinginanmu)
Jim Collins dalam buku Good to Great menyebutkan bahwa terdapat dua proses besar untuk menggulirkan perubahan di dalam organisasi yang hebat, yang disebut organisasi Good to Great. Proses pertama adalah “build up”, yang terdiri dari Leadership (kepemimpinan), First Who then What, dan Confront the Brutal Facts (konfrontasikan dengan fakta terburuk).

Proses kedua adalah “breakthrough” yang terdiri dari: Hedgehog Concept (konsep landak), Culture of Discipline (disiplin budaya), dan Technology Accelerators (akselerasi budaya).

Khusus mengenai First Who then What, banyak pemimpin yang lebih memilih pendekatan First What then Who. Mereka seringkali terjebak, dengan memulai visi, misi, dan strategi, baru kemudian memilih orang-orangnya.

Dimulai dengan “Siapa”
Dalam organisasi Good to Great, yang terpenting adalah memilih orang-orang (who) lebih dulu, dibandingkan menetapkan apa yang harus dilakukan (what).

Bila diilustrasikan dengan sebuah bus, maka transformasi organisasi Good to Great bukan dimulai dari membayangkan ke arah mana bus akan meluncur dan kemudian mencari orang-orang yang mengemudikannya, tapi mencari orang yang tepat untuk disertakan dalam bus dan baru kemudian membayangkan ke mana bus tersebut akan berjalan,” kata Arief.

Pemimpin Good to Great menggunakan tiga prinsip dalam memulai sebuah proyek transformasi organisasi, pertama, selalu memulai transformasi dengan “siapa” (who), daripada “apa” (what). Hal ini memungkinkan pemimpin untuk beradaptasi terhadap perubahan, seekstrim apapun perubahan yang dihadapi organisasi.

“Kedua, bila Great Leader mempunyai Great People berada di dalam bus, maka ia tahu persis bahwa sebagian masalah akan sirna dengan sendirinya, terutama masalah yang terkait dengan memotivasi dan mengelola orang," ujar Arief.

Ketiga, Lanjut Menpar, pemimpin juga tahu persis bahwa organisasi dengan arah yang tepat, tapi jika diisi dengan orang-orang yang tidak tepat, tidak akan pernah menciptakan organisasi yang hebat (great organization). "Kata Jim Collins, 'great vision without great people is irrelevant',” imbuhnya.

Ruthless vs Rigorous
Organisasi-organisasi yang menerapkan prinsip First Who then What, kata Menpar Arief, tidak memiliki budaya yang kejam (ruthless), melainkan tegas (rigorous).

Ruthless berarti mengganti orang sembarangan tanpa pertimbangan yang matang. Di sini, lanjut dia, pemimpin membiarkan orang tetap bekerja, padahal mereka banyak membuang waktu berharga. Sementara, pada saat yang sama sebenarnya, si pemimpin memiliki kesempatan untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih baik.

“Rigorous berarti si pemimpin secara konsisten menerapkan standar yang tepat pada setiap kesempatan dan tingkatan. Orang-orang terbaik tidak perlu merasa khawatir atas posisinya dan dapat berkonsentrasi penuh pada pekerjaannya,” tambahnya.

Cara bersikap rigorous, menurut Arief, pertama, ketika ragu terhadap orang yang akan direkrut, maka jangan keburu diterima, tetaplah mencari yang terbaik. Perusahaan sebaiknya konsentrasi pada pencarian orang-orang hebat dan sebaik mungkin mempertahankannya.

Menpar mengingatkan hukum Packard (dari nama David Packard, salah satu pendiri Hewlett-Packard) yang mengatakan, “No company can grow revenues consistently faster than its ability to get enough of the right people to implement that growth and still become a great company. (Tidak satupun perusahaan dapat menumbuhkan pendapatan secara konsisten lebih cepat, dibandingkan dengan kemampuannya memilih orang-orang yang tepat untuk mengimplementasikan pertumbuhan tersebut dan tetap menjaganya sebagai perusahaan hebat).”

“Kedua, ketika tahu bahwa perlu dilakukan perubahan orang, maka lakukanlah.
Orang-orang hebat tidak perlu diatur, namun cukup dibimbing dan diberi pengertian. Dalam melakukan perubahan, lakukanlah segera, jangan menunggu,” tambah Arief.

Perusahaan Good to Great tidak memiliki teori “try a lot of people and see who works”, coba-coba merekrut sebanyak mungkin orang, lantas dilihat mana yang bagus. Mereka menggunakan waktunya untuk mencari orang yang sangat tepat untuk suatu posisi.

Ketiga, tempatkan orang-orang terbaik pada peluang terbesar, bukan pada masalah terbesar.

“Sebagai pemimpin, satu hal ini harus kita camkan, When you decide to sell off your problems, don’t sell off to your best people (Bila kita memutuskan untuk membereskan masalah kita, janganlah memberikannya kepada orang-orang terbaik kita). Tempatkan orang-orang terbaikmu di pusat-pusat pertumbuhan bisnis, jangan tempatkan mereka pada bisnis yang sedang sekarat,” ia mengingatkan.

Organisasi Good to Great memiliki kebiasaan menempatkan orang-orang terbaiknya pada peluang terbesar, bukan masalah terbesar. Jajaran pemimpin dari organisasi Good to Great terdiri dari orang-orang yang sangat bersemangat untuk saling berdebat, dalam rangka mendapatkan solusi terbaik; dan mereka solid mendukung begitu solusi terbaik tersebut sudah diputuskan.

“Menutup CEO message ini, saya ingin mengutip sekali lagi kata-kata bijak Jim Collins, “the right people are your most important assets” (orang-orang yang tepat adalah aset terpenting dari sebuah organisasi). Dan ingat, orang-orang yang tepat tersebut lebih banyak ditentukan oleh karakter (character) dan kapabilitasnya (capability), dibandingkan dengan keahliannya (skill),” tutupnya.

Salam Pesona Indonesia!

REKOMENDASI

TERKINI