Ini Pasal Tax Amnesty yang Digugat Buruh di MK

Jum'at, 22 Juli 2016 | 13:49 WIB
Ini Pasal Tax Amnesty yang Digugat Buruh di MK
Gedung Mahkamah Konstitusi. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sekitar 300 buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendatangi kantor Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggugat kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang telah disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu.

Presiden KSPI, Said Iqbal menilai kebijakan tersebut tidak berpihak kepada masyarakat menengah kebawah termasuk kaum buruh. Kebijakan ini hanya memihak konglomerat saja.

"Kedudukan masyarakat dimata negara ini kan seharusnya sama didalam hukum dan Undang-undang Dasar (UUD). Tapi ini malah yang memihak kepada pemilik modal saja. Dimana keadilan itu," kata Iqbal saat ditemui di depan MK, Jakarta Pusat, Jumat (22/7/2016).

Selain itu, ia menilai dana repatriasi yang dimaksukkan dalam APBNP 2016 termasuk uang haram. Karena uang yang tersebut telah melanggar UUD 1945.

"Bagaimana mau halal, itu aja melanggar UUD kami tidak setuju. Kami juga meminta APBNP itu dibatalkan," tegasnya.

Beberapa pasal yang digugat oleh KSPI ke MK adalah :

1. Pasal 1 ayat 1

Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan, dengan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Pasal 3 ayat 3

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Wajib Pajak yang sedang (a) dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, (b) sedang dalam proses peradilan, atau (c) sedang menjalani hukuman pidana, atas tindak pidana di bidang perpajakan.

3. Pasal 4

1. Tarif uang tebusan atas harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 tahun terhitung sejak dialihkan, adalah sebesar:

a. 2 persen untuk periode penyampaian surat pernyataan bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku

b. 3 persen periode penyampaian surat pernyataan bulan keempat terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku sampai dengan 31 Desember 2016.

c. 5 persen untuk periode penyampaian surat pernyataan bulan keempat terhitung sejak 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Desember 2017.

2. Tarif uang tebusan atas harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebesar.

a. 4 persen untuk periode penyampaian surat pernyataan bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku

b. 6 persen periode penyampaian surat pernyataan bulan keempat terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku sampai dengan 31 Desember 2016.

c. 10 persen untuk periode penyampaian surat pernyataan bulan keempat terhitung sejak 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Desember 2017.

3. Tarif uang tebusan bagi wajib pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000 pada tahun pajak terakhir adalah sebesar:

a. 0,5 persen bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta sampai dengan Rp10.000.000.000 dalam surat pernyataan.

b. 2 persen bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta lebih dari Rp10.000.000.000 dalam surat pernyataan.

4. Pasal 2 ayat 1: Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak, membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau yang diberitahukan wajib pajak kepada pihak lain

5. Pasal 22: Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

6. Pasal 23

1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 dipidana dengan pidana paling lama 5 tahun.

2. Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI