KSPI: Seharusnya Negara Malu Ampuni Pengemplang Pajak

Jum'at, 22 Juli 2016 | 13:31 WIB
KSPI: Seharusnya Negara Malu Ampuni Pengemplang Pajak
Presiden KSPI Said Iqbal di depan gedung MK untuk mengajukan judicial review UU Pengampunan Pajak, Jumat (22/7/2016). [Suara.com/Dian Kusumo Hapsari]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menyatakan menolak adanya kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. Penolakan ini tetap ngotot mereka sampaikan meskipun UU Pengampunan Pajak sudah disahkan oleh DPR pada Selasa (28/6/2016).

Pasalnya, pengesahan RUU Tax Amnesty menjadi UU Tax Amnesty tersebut telah menciderai rasa keadilan bagi kelompok masyarakat yang taat membayar pajak, termasuk para kaum buruh.

"Buruh itu orang yang taat membayar pajak (PPh 21). Bahkan sebelum gajinya diterima, sudah dipotong untuk membayar pajak," kata Presiden KSPI Said Iqbal saat ditemui di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (22/7/2016).

Iqbal menjelaskan, seharusnya negara malu mengampuni para pengemplang pajak hanya demi mengejar pajak tapi "menggadaikan hukum".

Menurutnya, pertama UU Tax Amnesty tidak menjamin meningkatkan pemasukan pajak yang saat ini minus. Para buruh tidak percaya target Rp165 triliun yang dicanangkan pemerintah melalui tax amnesty akan bisa tercapai.

"Kedua, Repatriasi dana yang datang dari luar negeri pun belum bisa dihitung besarannya,seharusnya pemerintah membuat"base on"data yg benar dan tepat dulu bukan asumsi(data kemenkeu dan BI saja beda)," katanya.

Ketiga, persoalan yang menyebabkan pengusaha mengemplang pajak adalah ketaatan hukum. Karena itu, Iqbal meminta pemerintah tidak menukarnya dengan pengampunan pajak.

"Buruh dan pengusaha kecil saja dikenakan pajak, tidak pernah mendapatkan pengampunan. Bahkan penghasilan tidak kena pajak buruh masih rendah dan puluhan juta buruh penerima upah minimum juga terkena pemotongan pajak. Apakah ini adil?," kata Iqbal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI