Sektor properti berpotensi meningkat pada semester akhir 2016 karena sejumlah "faktor musiman" yang relatif kurang bagus untuk pertumbuhan properti dinilai telah terlewati pada semester awal 2016.
"Potensi peningkatan semester II/2016 diperkirakan akan terjadi, menyusul pengamatan yang dilakukan di lapangan dengan optimisme para pelaku pasar dan pergerakan tipis yang terjadi di beberapa wilayah," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda, Kamis (21/7/2016).
Menurut dia, pergerakan pasar yang masih menunjukkan penurunan pada kuartal kedua 2016 pada paruh awal tahun ini lebih disebabkan "faktor musiman" yaitu Lebaran, liburan panjang, serta tahun ajaran baru sekolah.
Dalam periode "faktor musiman" tersebut umumnya warga lebih memilih pengeluaran untuk dibelanjakan pada beragam hal selain untuk membeli properti seperti perumahan.
"Beberapa langkah pemerintah untuk mendongrak penjualan mulai dikeluarkan termasuk menekan BI Rate sampai 6,5 persen memang masih belum berdampak," katanya.
Namun, ujar dia, dampak psikologis semua elemen dan kebijakan termasuk tax amnesty, sedikit banyak akan memberikan dorongan bagi penguatan pasar perumahan pada semester akhir 2016.
Sebelumnya, konsultan properti Colliers International mengingatkan tingkat keterhunian kantor di daerah sentrabisnis wilayah DKI Jakarta terus mengalami penurunan sehingga perlu adanya langkah kebijakan untuk mengangkat kembali jumlah itu.
"Okupansi (tingkat keterisian) menunjukkan tren penurunan selama dua tahun terakhir. Kuartal II-2016 okupansi tercatat 85,6 persen, terendah sepanjang sejarah sejak 2005," kata Senior Associate Director Research Colliers International Ferry Salanto.
Menurut dia, penurunan sekitar 3 persen antarkuartal itu disebabkan masuknya pasokan ruang kantor sebanyak 200.000 meter persegi pada kuartal sebelumnya.
Selain itu, lanjutnya, tingkat kinerja keterisian di sejumlah gedung perkantoran lama di kawasan CBD (sentrabisnis) Jakarta juga menurun akibat aktivitas relokasi kalangan penyewa.
Ia mengemukakan, sejak tahun 2010, biasanya jumlah keterisian terus berada di atas 90 persen, dan hal itu terus menurun sejak sekitar awal 2015, terindikasi dari 93,7 persen pada pertengahan 2015, dan 89,4 persen pada akhir 2015.
Sedangkan pengembang apartemen di kawasan Jabodetabek umumnya menunda pembangunan proyek baru karena mereka ingin menjual proyek yang sebelumnya.
"Proyek-proyek pengembang apartemen selanjutnya umumnya dipending dan mereka fokus menjual stok yang ada," kata Ferry Salanto.
Menurut dia, saat ini merupakan saat yang cukup sulit bagi kebanyakan pengembang apartemen untuk berjualan karena terkait pula kondisi perekonomian. (Antara)