Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01 juta orang (10,86 persen). Capaian ini berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen).
"Sementara persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 8,22 persen, turun menjadi 7,79 persen pada Maret 2016. Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 14,09 persen pada September 2015 menjadi 14,11 persen pada Maret 2016," kata Kepala BPS Suryamin dalam keterangan resmi, Senin (18/7/2016).
BPS juga mencatat, selama periode September 2015–Maret 2016, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 0,28 juta orang (dari 10,62 juta orang pada September 2015 menjadi 10,34 juta orang pada Maret 2016). Sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 0,22 juta orang (dari 17,89 juta orang pada September 2015 menjadi 17,67 juta orang pada Maret 2016).
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2016 tercatat sebesar 73,50 persen. "Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2015 yaitu sebesar 73,07 persen," ujar Suryamin.
Jenis komoditi makanan yang berpengaruh terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan, di antaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, gula pasir, mie instan, bawang merah dan roti. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan yang terbesar pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, dan perlengkapan mandi.