Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang menguasai 85 persen pangsa pasar produksi sawit dunia. Ironisnya, dua negara bertetangga di Asia Tenggara namun tak mampu mengontrol harga sawit dunia. Justru pihak pembeli sawit di Eropa yang menjadi pengendali harga, sekaligus pengontrol tata niaga sawit.
"Kalau saya melihatnya begini, tata niaga persawitan memang produksinya didominasi Indonesia dan Malaysia. Namun tetap saja di era pasar bebas, sebetulnya paling penting adalah membangun keyakinan," kata Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto dalam wawancara dengan Suara.com di Jakarta, Jumat (15/7/2016).
Darto menegaskan sebetulnya di era pasar bebas, negara manapun bebas mau membeli komoditi yang dibutuhkan dari negara manapun. Dalam kondisi ini, Indonesia seharusnya memperkuat best practice untuk memperkuat image produk sawit Indonesia agar sesuai prinsip sustainibility (keberlanjutan lingkungan). Dengan demikian, produk sawit Indonesia akan memiliki nilai lebih dibanding dari kawasan lain seperti Afrika dan Amerika Latin. "Tidak bisa pasar kita paksa hanya membeli di Indonesia," ujar Darto.
Darto juga mengakui adanya kelebihan produksi kelapa sawit di Indonesia. Selain itu, ada faktor image produk sawit Indonesia yang buruk sehingga sebagian pasar lari ke daerah lain. "Bisa juga produksi sawit Indonesia dan Malaysia memang tidak terkontrol dan cenderung over produksi," ujar Darto.
Ia melihat selama ini banyak crudge palm oil (CPO) yang selama ini tidak banyak terserap di pelabuhan untuk ekspor. Akibatnya produksi sawit petani juga sulit dibeli perusahaan sawit karena stok CPO yang menumpuk didalam negeri masih banyak. "Kondisi inilah yang harus diperbaiki," tutup Darto.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah sepakat pada Sabtu, (3/10/2015) mengenai upaya mengontrol harga sawit di pasaran dunia. Pertemuan tersebut menghasilkan empat kesepakatan yang meliputi empat poin.
Pertama, membentuk organisasi Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) untuk menjaga stabilitas harga sawit, dan mempromosikan keuntungan dari industri minyak kelapa sawit serta turunanya. Kedua, mengharmonisasikan standar kedua negara tentang industri minyak kelapa sawit, antara Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), yang nantinya akan digabung menjadi satu standar. Ketiga, meningkatkan kerjasama guna mempromosikan praktik-praktik yang berkelanjutan dari segi lingkungan hidup di industri minyak kelapa sawit. Keempat, memperbaiki dan mengembangkan riset industri kelapa sawit untuk meningkatkan nilai tambah.