Bagi anda yang penggemar buku-buku bernuansa Islam, pastilah telah familiar dengan penerbit Mizan Pustaka. Mizan Pustaka merupakan salah satu pionir penerbit buku-buku pemikiran Islam dengan nuansa modern. Kini bisnis Mizan telah merambah ke berbagai bidang dan berkembang menjadi holding Mizan Publika Group.
Berdirinya Mizan tak bisa dilepaskan dari sosok pendiri sekaligus pemilik Mizan Group, Haidar Bagir. Pria bernama lengkap Haidar Bagir Gamar Assegaf ini lahir di Solo, Jawa Tengah 20 Februari 1957. ini adalah alumnus Teknologi Industri ITB 1982 dan mengenyam pendidikan pasca sarjana di Pusat Studi Timur Tengah Harvard University , AS 1990-1992, dan S-3 Jurusan Filsafat Universitas Indonesia (UI) dengan riset selama setahun (2000 – 2001) di Departemen Sejarah dan Filsafat Sains, Indiana University, Bloomington, AS.
Perjalanan merintis bisnis penerbitan buku Mizan dimulai saat Haidar muda kuliah di Jurusan Teknik Industri ITB pada masa 1976-1982. Kala itu, Haidar muda aktif di berbagai gerakan Islam kampus. Salah satunya aktif di unit pustaka Masjid Salman ITB. Perpustakaan Masjid Salman ITB tergolong salah satu yang termaju pada zaman itu.
“Banyak buku literature kajian Islam dari luar ada di perpustakaan Masjid Salman. Saya juga belajar segala hal yang terkait seluk beluk penerbitan dan percetakan buku sewaktu saya aktif di Unit Pustaka Masjid Salman tersebut,” kata Haidar dalam wawancara khusus dengan Suara.com, di Jakarta, Kamis (14/7/2016).
Menjelang lulus, Haidar sejak awal sudah berniat menjadi seorang pengusaha. Ia mengaku tak terpikir untuk bekerja kepada orang lain. Dengan bantuan dari sang paman Haidar beserta kawannya (keduanya pengusaha di Jakarta), Haidar mendapat bantuan modal kurang lebih Rp40 juta. “Akhirnya pada 7 Maret 1983, saya resmi mendirikan dan memulai usaha penerbitan Mizan Pustaka,” ujar Haidar.
Ia menjelaskan momen pendirian Mizan Pustaka sangat pas dengan momentum terbentuknya kelas menengah masyarakat Islam di Indonesia pada dekade 1970-an. Menurutnya, kelas ini terbentuk setelah Indonesia pada tahun 1950-an membuka pintu bagi kalangan santri untuk memasuki Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia. Sebelum itu, terutama pada masa penjajahan, hanya orang Belanda dan kalangan Ningrat atau Priyayi yang bisa menempuh studi di perguruan tinggi di Indonesia seperti STOVIA dan lain-lain.
Kelas menengah baru ini mulai memasuki kantor-kantor pemerintahan dan swasta pada 1970-an. Kelompok ini membutuhkan buku-buku bacaan Islam dengan desain yang menarik, topik-topik yang modern dan mampu menjawab tantangan kebutuhan zaman. Sementara penerbit buku-buku Islam sebelum kehadiran Mizan, lebih banyak berkutat pada kajian Islam klasik seputar masalah Fiqih dengan desain yang kurang menarik dan modern.
“Kelahiran Mizan pada zaman itu menjawab persoalan itu. Secara perlahan-lahan selama belasan tahun, bisnis kami semakin maju. Sesudah reformasi 1998, akhirnya kami memiliki mesin percetakan sendiri yang besar. Kami juga memiliki jaringan distributor sendiri. Sekarang dalam setahun, rata-rata kami bisa menerbitkan 600 judul buku baru,” jelas Haidar.
Seiring perjalanan waktu, Mizan Pustaka melebarkan sayap ke penerbitan buku-buku non Islam, namun tetap dalam koridor pemikiran yang mencerahkan atau memberi inspirasi. Haidar berpegang pada prinsip untuk menebarkan kebaikan secara universal, tidak hanya untuk satu segmen masyarakat tertentu saja.
Kini setelah 33 tahun berdiri, Mizan berkembang pesat. Tak melulu bergerak di bidang penerbitan buku, Mizan Pustaka berkembang menjadi Mizan Publika Group dengan berbagai anak usaha. Kelompok Mizan terdiri dari beberapa lini: penerbitan, distribusi, percetakan dan new media.
Di bawah lini penerbitan terdapat beberapa penerbit, yang juga memiliki beberapa imprint di bawahnya. Penerbit Mizan, misalnya, memiliki Qanita, Kaifa, Mizania, dan beberapa imprint lain. Penerbit DAR!Mizan mengkhususkan diri pada prodauk anak dan remaja, dan miliki imprint seperti CAB serta seri-seri terkenal seperti Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK), Fantasteen, PinkBerry Club, Cerita Balita, dan lain-lain. Penerbit Bentang bermarkas di Yogyakarta dikenal dengan buku-buku novel, traveling, sastra dan budaya, juga memiliki imprint sepert BFirst, BentangBelia, dan lain-lain. Penerbit Noura menerbitkan berbagai genre buku mulai dari agama, sastra indonesia, fiksi fantasi, hingga anak-anak. Sementara itu, Penerbit Al-Mizan mengkhusukan diri pada penerbitan buku-buku wacana yang ditulis dengan serius dan akademis. Lalu, Penebit PelangiMizan berkonsentrasi pada penerbitan buku-buku lux dan dijual secara paket.
Di lini distribusi, kelompok Mizan memiliki Mizan Media Utama (MMU) yang mendistribusikan buku-buku Mizan secara luas ke toko-toko buku di Indonesia. MMU juga mengelola toko buku online mizanstore.com serta penjualan e-book lewat pelbagai platform. Sementara itu, Mizan Dian Semesta (MDS) menditribusikan buku-buku lux yang dikemas dalam paket-paket menarik. Saat ini MDS memiliki ribuan book advisor yang berhubungan langsung dengan konsumen, baik melalui jaringan online maupun offline.
Pada lini media baru (new media), didirikanlah Mizan Productions yang khusus memproduksi film dan acara televisi. Film-film yang sukses di antaranya adalah Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, Garuda di Dadaku, Emak Ingin Naik Haji, 3Hati 2Dunia 1Cinta (memenangkan tujuh Piala Citra), Perahu Kertas, Mencari Hilal,dan lain-lain. Selain itu, pada lini new media ini dibentuklah Mizan Application Publishers yang memproduksi aplikasi aplikasi interaktif, terutama untuk anak dan keluarga.
Sementara itu, MizanMobile ditugaskan untuk mengembangkan content yang bisa disebarluaskan melalui telco (perusahaan telekomunikasi) dan dikonsumsi melalui handphone.
Kelompok Mizan juga didukung oleh unit perusahaan percetakan yang modern dan berkualitas, yaitu Mizan Grafika Sarana (MGS).
Bagi Haidar, berdirinya Mizan adalah sebuah bisnis yang mampu menampung idealisme serta passion-nya. Ia mengakui bahwa kesuksesan komersial atau profit bukan menjadi prioritas pertama dalam hidupnya. “Bagi saya lebih penting bagaimana kita bisa berdakwah serta menebar kebaikan bagi masyarakat umum. Tentu agar kita bisa menjadi orang seperti itu, kita harus kecukupan secara materi. Nah kecukupan secara materi inilah yang saya capai dengan berbisnis namun sesuai dengan cita-cita dan semangat saya,” tutup Haidar.