Pertamina Butuh Investasi 40 Miliar Dolar AS untuk Bangun Kilang

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 13 Juli 2016 | 14:26 WIB
Pertamina Butuh Investasi 40 Miliar Dolar AS untuk Bangun Kilang
Kilang RU (Unit Pengolahan) V Balikpapan milik Pertamina, di Kalimantan Timur, Kamis (14/4). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

PT Pertamina (Persero) menilai bahwa kebijakan pengampunan pajak atau "tax amnesty" dapat membantu kegiatan bisnis di dalam negeri.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto BEI di Jakarta, Rabu (13/7/2016) mengatakan bahwa potensi dana repatriasi dari hasil kebijakan pengampunan pajak yang akan masuk ke dalam negeri cukup besar sehingga dapat membantu perusahaan di dalam negeri, termasuk Pertamina untuk mengembangkan bisnis.

"Kita butuh investasi besar untuk infrastruktur, pembangunan kilang minyak, dan kegiatan-kegiatan bisnis 'upstream' (hulu) ," ujar Dwi Soetjipto ketika ditemui di Bursa Efek Indonesia.

Ia mengemukakan bahwa untuk pembangunan kilang pihaknya membutuhkan dana investasi hingga 40 miliar dolar AS dalam 10 tahun ke depan. Sementara di kegiatan "upstream", perseroan membutuhkan dana investasi sekitar 3 miliar dolar AS per tahun. Dengan demikian dalam 10 tahun kedepan maka investasi yang dibutuhkan sebesar 70 miliar dolar AS.

"Nah, sekitar 60 persen kebutuhan dana didapat dari eksternal, dalam bentuk pinjaman maupun surat utang atau obligasi," paparnya.

Sedianya, pemerintah telah mempersiapkan instrumen investasi penampung dana repatriasi diantaranya Surat Berharga Negara (SBN), obligasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta produk investasi keuangan pada bank yang ditunjuk.

Lebih lanjut Dwi Soetjipto mengatakan bahwa Pertamina akan meningkatkan kapasitas empat kilang minyak, yakni di Cilacap Jawa Tengah, Balikpapan Kalimantan Timur, Balongan Jawa Barat, dan Dumai Riau.

"Cilacap dan Balikpapan sudah jalan. Berikutnya, di Balongan dan Dumai. Masing-masing kebutuhan investasinya 5 miliar dolar AS. Kilang baru di Tuban bekerjasama dengan Rosneft sekitar 13 miliar dolar AS, dan kilang baru di Bontang sekitar 12-13 miliar dolar AS. Parter Partner di Bontang belum ada, Kemenkeu akan menetapkan advisor-nya, setelah itu baru bergerak," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI