Pemerintah, via Kementerian Pertanian memutuskan untuk mengimpor daging sapi kategori secondary cut dan jeroan. Impor ini dilakukan untuk menekan harga daging sapi yang tak kunjung turun. Impor dilakukan tidak lagi menggunakan pola country base tetapi zona base.
Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), selain merugikan konsumen, impor daging jenis jeroan adalah bentuk kebijakan yang merendahkan martabat masyarakat dan bangsa Indonesia. "Sebab jeroan di negara-negara Eropa justru untuk pakan anjing, dan tidak layak konsumsi untuk manusia," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan resmi, Rabu (13/7/2016).
Impor daging jenis jeroan, menurut YLKI, merugikan konsumen karena beberapa alasan. Antara lain:
Pertama, kandungan residu hormon pada jeroan sapi di negara yg membolehkan budi daya sapi dengan hormon sangat tinggi, sehingga tidak layak untuk konsumsi, karena membahayakan kesehatan manusia.
Kedua, di beberapa negara jerohan sapi diperlakukan sebagai sampah dan hanya membolehkan ekspor jeroan sapi hanya untuk keperluan konsumsi non manusia (do not human consumtion). "Jadi, silakan pemerintah impor jeroan tapi bukan untuk konsumsi manusia," ujar Tulus.
Ketiga, impor jerohan sapi berpotensi menimbulkan masalah bagi konsumen berupa pertumbuhan tidak normal, karena kandungan hormannya sangat tinggi.
"Pemerintah jangan mengalihkan ketidakmampuannya menurunkan harga daging sapi dengan cara impor jeroan! YLKI menghimbau masyarakat untuk tidak membeli/mengonsumsi jeroan sapi yang berasal dari impor karena membahayakan kesehatan manusia," tutup Tulus.