Anda mungkin masih ingat sebuah iklan di layar kaca beberapa tahun lalu. Dimana ada seorang pejabat yang seolah-olah mirip Presiden Amerika Serikat Barrack Obama mengunjungi SD Menteng Jakarta Pusat. Usai menyapa guru, siswa sekolah, dan melihat-lihat lingkungan sekolah, ia kemudian berujar untuk meneruskan kuliah di BSI saja.
Iklan yang unik itu adalah promosi bisnis jasa perguruan tinggi swasta bernama Bina Sarana Informatika atau biasa disingkat BSI. BSI adalah sebuah perguruan tinggi swasta yang berlokasi di Jakarta, Indonesia. Pada tanggal 3 Maret 1988, didirikan Lembaga Pendidikan Komputer Bina Sarana Informatika (LPK BSI) di Depok, Jawa Barat. Lembaga pendidikan ini bertujuan mendidik tenaga-tenaga terampil atau profesional di bidang komputer, untuk memenuhi kebutuhan SDM dalam pembangunan nasional.
Nah, berbicara proses berdirinya BSI sejak lahir hingga kini, tentu tak bisa dilepaskan dari sosok Herman Pratikto, pemilik Yayasan Bina Sarana Informatika, pengelola kampus BSI. Namun kelahiran BSI tak hanya dibidani oleh Herman. Ia juga menggandeng 4 sahabatnya di masa kuliah saat mendirikan BSI.
Pendirian BSI tak lepas dari falsafah untuk mulai berwirausaha dari skala kecil, dan rintislah usaha sedari usia Anda masih muda. Falsafah ini tampaknya dihayati dan dijalankan betul oleh lima sekawan, Naba Aji Notoseputro, Herman Pratikto, Efriadi, Surachman dan Sigit saat memilih untuk merintis bisnis pendidikan hingga mencapai sukses seperti sekarang. BSI di kemudian hari ternyata memang menjadi bukti ketekunan Herman dan kawan-kawan dalam membangun bisnis sendiri dari skala kecil.
“Awal itu kami membangun kampus BSI di sebuah ruko di Depok tahun 1988. Kala itu, usaha kami kalau menurut istilah sekarang ya baru usaha startup (rintisan). Pada zaman itu, memang sedang booming bisnis yang berkaitan dengan komputer, seperti rental pengetikan dan lain-lain,” kata Herman saat diwawancarai khusus oleh Suara.com, di Jakarta, Minggu (12/6/2016).
Tantangan terberat pada awal memulai usaha adalah kekurangan modal. Herman kemudian mencoba mencari pinjaman dari leasing. Setelah beberapa tahun, barulah Herman dkk mulai dipercaya bank untuk mendapatkan pinjaman dan melakukan ekspansi. “Kami pada waktu itu percaya betul bahwa komputer memang menjadi bisnis masa depan,” ujarnya.
Namun seiring berjalannya waktu, Herman menyadari bisnis jasa pendidikan komputer kini sudah ketinggalan zaman. Dengan berkembang pesatnya internet dan aplikasi untuk smarthphone, Herman menyadari perlunya penyesuaian pendidikan bagi para mahasiswa kampus BSI. “Kami kini mengajarkan mahasiswa untuk bisa membuat aplikasi untuk gadget. Ini yang membuat bisnis kami bisa bertahan sampai sekarang,” jelas Herman.
Seiring dengan semakin besarnya kepercayaan masyarakat terhadap BSI, maka pada Oktober 1989 kantor pusat Yayasan Bina Sarana Informatika dipindahkan ke Jakarta sekaligus meresmikan cabang ke 2 LPK BSI. Dengan berkantor pusat di Jakarta, kepercayaan masyarakat tumbuh semakin besar, sehingga guna mendekati peserta didik, maka secara berturut-turut dan dengan persiapan yang matang berdirilah cabang-cabang lainnya. Sejalan dengan perkembangan pada tahun 1990 Yayasan Bina Sarana Informatika mendirikan program pendidikan siap kerja yang bernama Politeknik Bina Sarana Informatika, dengan jurusan pertamanya Akuntansi Komputer dan angkatan pertama pada tahun ajaran 1990/1991.
Saat ini kampus BSI terdiri dari 6 akademi, antara lain Akademi Manajemen Informatika & Komputer (AMIK), Akademi Sekretaris & Manajemen (ASM), Akademi Bahasa Asing (ABA), Akademi Komunikasi (AKOM), Akademi Pariwisata (AKPAR), Akademi Manajemen dan Keuangan (AMK).