Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada akhir triwulan I 2016 mencatat net kewajiban sebesar 389,8 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) atau 45,0 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini meningkat 24,0 miliar Dolar AS atau 6,6 persen dibandingkan dengan posisi net kewajiban pada akhir triwulan IV 2015 yang sebesar 365,8 miliar Dolar AS atau 42,5 persen PDB.
"Peningkatan net kewajiban PII Indonesia tersebut dipengaruhi oleh kenaikan Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan Aset Finansial Luar Negeri (AFLN)," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam keterangan resmi, Kamis (30/6/2016).
Perkembangan tersebut sejalan dengan transaksi modal dan finansial pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mengalami surplus pada triwulan I 2016 seiring dengan membaiknya prospek ekonomi domestik dan berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara maju.
Posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) Indonesia pada akhir triwulan I 2016 naik 2,3 miliar Dolar AS atau 1,1 persen (qtq) menjadi 214,6 miliar Dolar AS. Kenaikan tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan posisi cadangan devisa dan didukung pula oleh meningkatnya posisi aset investasi langsung dan investasi portofolio. "Selain karena transaksi yang terjadi pada periode laporan, kenaikan posisi AFLN juga dipengaruhi oleh faktor kenaikan nilai aset sejalan dengan pelemahan dolar AS terhadap beberapa mata uang utama dunia lainnya dan peningkatan harga beberapa obligasi global yang dimiliki residen," ujar Tirta.
Posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) Indonesia pada akhir triwulan I 2016 meningkat sebesar 26,3 miliar Dolar AS atau 4,6 persen (qtq) menjadi 604,4 miliar Dolar AS. Peningkatan tersebut didorong oleh aliran masuk modal asing pada investasi langsung dan investasi portofolio, termasuk dari hasil penerbitan sukuk global pemerintah pada Maret 2016. Selain itu, peningkatan posisi KFLN juga dipengaruhi oleh faktor kenaikan nilai instrumen investasi berdenominasi rupiah sejalan dengan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan pelemahan dolar AS terhadap rupiah.
BI memandang perkembangan PII Indonesia sampai dengan triwulan I 2016 masih cukup sehat. Namun demikian, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko net kewajiban PII terhadap perekonomian.
"Ke depan, BI berkeyakinan kinerja PII Indonesia akan semakin sehat sejalan dengan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang ditempuh BI," tutup Tirta.