Kontribusi Pajak Nasional dari Industri Tembakau 52,7 Persen

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 30 Juni 2016 | 17:09 WIB
Kontribusi Pajak Nasional dari Industri Tembakau 52,7 Persen
Petani tembakau mengolah lahannya, di Klaten, Jawa Tengah. [Antara/Aloysius Jarot Nugroho]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ketua Panja RUU Pertembakauan, Firman Subagyo menepis tudingan gerakan anti tembakau yang menyatakan industri rokok dibalik RUU Pertembakauan yang saat ini dibahas DPR. Menurut Firman, tuduhan tersebut dan berbagai tuduhan lain yang tersampaikan lewat opini media itu tidak lain sebagai propaganda hiperbolis yang mengancam semangat nasionalisme di Indonesia.

“Gerakan anti tembakau melakukan propaganda hiperbolis yang dikendalikan oleh perusahaan asing untuk mematikan sektor tembakau yang strategis di Indonesia,” kata Firman di Gedung DPR Senayan, Kamis (30/06/2016).

Firman menganggap ancaman gerakan anti tembakau dari dalam negeri jauh lebih berbahaya dari pada ancaman lansung dari negara asing. Dikatakannya, orang atau para aktivis anti tembakau dapat merusak tatanan negara dari dalam, dan itulah yang dimanfaatkan pihak asing.

“Mereka mengendalikan orang-orang penting di negara ini untuk merusak Indonesia,” tegas dia.

Politisi senior Golkar itu menjelaskan, RUU Pertembakauan merupakan aspirasi dan kebutuhan hukum berbagai pemangku kepentingan, diharapkan dapat memperbaiki regulasi dari berbagai aspek, seperti, pengelolaan tembakau baik dari sisi budidaya, kepentingan petani, produksi, tata niaga, penerimaan negara, ketenagakerjaan, maupun aspek kesehatan.

Merujuk hasil penelitian yang tertuang dalam buku ‘Kretek: Kajian Ekonomi & Budaya 4 Kota, memperlihatkan bahwa pertembakauan dari mulai budidaya, pengolahan produksi, tata niaga, distribusi, dan pembangunan industri hasil tembakaunya mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional dan mempunyai multi effect yang sangat luas.

“Pertembakauan secara menyeluruh menyerap 30,5 juta tenaga kerja, dari petani di kebun ke buruh di pabrik hingga ke pedagang kecil. Target penerimaan cukai hasil tembakau sebagaimana pada RAPBNP-2016 ditargetkan Rp141,7 triliun, industri tembakau memberi kontribusi perpajakan terbesar yakni 52,7 persen dibanding dengan sektor lain seperti BUMN sebesar 8,5 persen, real estate dan kontruksi 15,7 persen, maupun kesehatan dan farmasi sebesar 0,9 persen. Jika produktivitas industri tembakau menurun, maka akan terjadi defisit anggaran dan diperlukan sumber pendapatan alternatif lainnya,” terangnya.

“Karena itu, tidak berlebihan pula kalau itu kemudian dikuatkan dengan regulasi yang lebih tinggi yaitu Undang-undang,” terangnya lebih lanjut.

Firman yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI mengatakan RUU Pertembakauan masuk dalam RUU Prolegnas Prioritas tahun 2015 dan 2016. Firman menilai, Baleg sudah cukup mendapatkan masukan dari berbagai pihak, seperti Komnas Pengendalian Tembakau, pelaku usaha pabrik, kelompok tani, serta kepala daerah. Meski demikian, sejak awal Baleg belum mengesahkan di Paripurna DPR kali ini.

Firman menjamin, RUU itu nantinya bertujuan untuk melindungi rakyat terutama petani tembakau. "Yang jelas UU ini tidak ada keberpihakan kepada kepentingan pengusaha, tapi mengatur hulu dan hilirnya pertembakauan di Indonesia," kata Firman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI