Research Analyst Forextime Lukman Otunuga menyatakan bahwa Bank Indonesia (BI) memangkas BI rate menjadi 6,5 persen untuk keempat kalinya di tahun 2016 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemotongan suku bunga ini ditujukan untuk menciptakan stabilitas mengingat pertumbuhan domestik melambat dan inflasi statis.
"Sebagian besar pasar saham utama dunia kembali memasuki teritori merah, demikian pula saham Indonesia yang berpotensi melemah karena ketidakpastian global mendorong investor untuk menjauhi aset berisiko," kata Lukman dalam keterangan resmi, Jumat (17/6/2016).
GBP sangat tertekan pada perdagangan hari Kamis (16/6/2016) karena semakin meningkatnya kegelisahan menjelang Brexit sungguh mengurangi ketertarikan investor terhadap mata uang ini. Sebagian besar pasangan mata uang GBP sudah begitu tertekan dan dapat merosot ke level terendah apabila referendum pekan depan memutuskan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa. Trader penjual mendapat peluang untuk melaksanakan aksi jual besar-besaran dengan peningkatan ketidakpastian ini.
Fokus investor terpusat pada pengumuman kebijakan Bank of England yang secara umum diprediksi tidak akan meningkatkan suku bunga Inggris. Ini sama sekali tidak mengejutkan karena isu Brexit dan data domestik yang tidak menggembirakan tidak memberi peluang untuk BoE mengambil langkah kebijakan. Pasar terus mengkhawatirkan potensi resesi teknikal yang dapat terjadi apabila Inggris keluar dari Uni Eropa dan ini menciptakan spekulasi pemotongan suku bunga di masa mendatang sehingga GBP pun semakin tertekan.
Referendum akan digelar dalam beberapa hari lagi. Ketidakpastian dan kegelisahan akan semakin meningkat sehingga volatilitas GBP pun semakin hebat. Sepertinya potensi Brexit belum sepenuhnya dicerminkan dalam harga saat ini karena short spekulatif kecil sekali pun dapat menyebabkan penurunan besar. GBPUSD tetap bearish pada rentang waktu harian. "Apabila harga bergerak turun di bawah 1.1400 maka akan terbuka jalan menuju 1.4000," ujar Lukman.
Selain itu, Lukman melihat pasar global tidak tergerak pada perdagangan hari Rabu (15/6/2016) karena pernyataan FOMC yang ambivalen dan tidak menyebutkan peningkatan suku bunga AS. Ini sudah dapat diduga mengingat angka ketenagakerjaan non pertanian bulan Mei yang mengecewakan dan mencegah upaya bank sentral ini untuk membuat kebijakan. Walaupun tidak ada perubahan signifikan yang dimuat dalam pernyataan ini, revisi dot plot yang diproyeksikan lebih rendah cukup menarik perhatian.
Janet Yellen memang telah berulang kali mengatakan bahwa suku bunga mungkin ditingkatkan di bulan Juli, namun hal ini tampaknya tak mungkin terjadi mengingat ketidakstabilan dan ketidakpastian global. Apabila data AS terus mengikuti tren positif dan situasi ketenagakerjaan membaik, maka suku bunga berpeluang ditingkatkan di bulan September dengan syarat ekonomi global pun membaik.
Ekspektasi peningkatan suku bunga AS berulang kali ditunda dan Dolar Amerika Serikat (AS) berada dalam posisi yang rentan. Ini tergambar dalam Indeks Dolar yang anjlok mendekati 94.00. Investor yang bullish terhadap Indeks Dolar mungkin dapat merebut kembali posisinya di atas 95.00 apabila Indeks Harga Konsumen AS menguat dan melampaui ekspektasi di atas 0.3%. Dari sudut pandang teknikal, dapat terjadi breakout di atas 95.00 atau breakdown di bawah 94.00 tergantung hasil rilis IHK mendatang.