Suara.com - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Juni 2016 memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 bps menjadi 6,50 persen, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 7,00 persen.
"Keputusan berlaku efektif sejak 17 Juni 2016," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.
Tirta juga menyatakan bahwa BI juga memutuskan BI 7-day (Reverse) Repo Rate turun 25 bps dari 5,50 persen menjadi sebesar 5,25 persen. Ini sejalan dengan rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang telah diumumkan pada 15 April 2016.
Di bidang makroprudensial, BI melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Antara lain relaksasi ketentuan Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV) kredit/pembiayaan properti untuk Rumah Tapak, Rumah Susun, dan Ruko/Rukan. BI juga memperlonggar kredit/pembiayaan melalui mekanisme inden dengan pengaturan pencairan kredit/pembiayaan bertahap sesuai progress pembangunan untuk Rumah Tapak, Rumah Susun, dan Ruko/Rukan sampai dengan fasilitas kredit/pembiayaan kedua.
Selain itu, untuk mendorong kredit perbankan, BI juga menaikkan batas bawah Loan to Financing Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78 persen menjadi 80 persen, dengan batas atas tetap sebesar 92 persen. "Ketentuan di bidang makroprudensial tersebut mulai diberlakukan pada Agustus 2016," ujar Tirta.
Bauran kebijakan tersebut sejalan dengan asesmen Dewan Gubernur Bank Indonesia bahwa stabilitas makroekonomi terus berlanjut, yang tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil. Bauran kebijakan tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat upaya untuk meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global.
"BI meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial akan memperkuat kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui penguatan stimulus pertumbuhan dan percepatan implementasi reformasi struktural," tutup Tirta.