Janggal, Kran Impor Ikan Dibuka di Tengah Meningkatnya Produksi

Esti Utami Suara.Com
Senin, 13 Juni 2016 | 09:04 WIB
Janggal, Kran Impor Ikan Dibuka di Tengah Meningkatnya Produksi
Hasil tangkapan ikan nelayan. (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai, dibukanya kran impor ikan untuk menutup kekurangan bahan baku industri pengolahan di tengah kenaikan produksi ikan secara nasional sebagai sebuah kejanggalan sistematis.

“Kebijakan ini menciderai nelayan kecil, yang menaruh harapannya pada pemerintah. Terlebih, PDB perikanan yang meningkat di tengah kelesuan ekonomi global. Ini menunjukkan performa ekonomi perikanan yang baik, sungguh sangatlah janggal bila impor ikan menjadi pilihan” ujar Niko Amrullah Wakil Sekjen Dewan Pengurus Pusat (DPP) KNTI di Jakarta, pekan lalu.

Jika merujuk data KKP (2014), Niko menyebut, produksi total perikanan tangkap di laut  menunjukkan tren peningkatan  dari 4.812.235 ton di tahun 2009 menjadi 5.779.990 ton di 2014 dengan kenaikan rata-rata sebesar 3,75 persen dan 1,28 persen pada setahun terakhir (2013-2014).

Sedangkan untuk jenis ikan tuna, terjadi peningkatan dari 163.965 ton (2009) menjadi 310.560 ton (2014). Sementara untuk udang, meningkat dari 236.870 ton (2009) menjadi 255.410 ton (2014).

Selain itu, lanjut Niko, BPS merilis  angka deflasi di bulan April tahun 2016 mencapai 0,45 persen, dengan penyumbang deflasi diantaranya adalah kelompok bahan makanan termasuk ikan segar dan ikan olahan.

“Penurunan harga ikan ini karena stok yang berlebih “ kata dia.

Niko menambahkan bahwa kebijakan impor ikan ini kontra produktif dengan kebijakan yang ditempuh pemerintah sendiri dalam urusan kedaulatan di sektor hulu perikanan. Bahwa dibukanya investasi di sektor pengolahan perikanan, seharusnya gayung bersambut dengan serapan produksi ikan dari nelayan domestik.

“Celakanya, peningkatan rata-rata nilai tukar nelayan (NTN) pada dua tahun terakhir (2014-2015) dianggap keberhasilan, padahal bila ditelaah bulan per bulan pada setiap tahunnya, menunjukkan pola yang sama. Jadi, peningkatan ini lebih disebakan karena faktor inflasi, bukan keberhasilan intervensi pemerintah”, imbuh Niko.

Niko menekankan, saat ini yang perlu dilakukan adalah menyerap hasil tangkapan ikan dari nelayan, khususnya nelayan kecil, sekaligus mengoptimalkan KUR dan dipastikan sampai kepada nelayan kecil, agar permasalahan modal bukan lagi menjadi hambatan utama.

"Kami menduga adanya permainan importir dengan oknum pemerintah yang berorientasi profit semata,” pungkas Niko.

REKOMENDASI

TERKINI